Program edukasi pangan lokal akan masuk dalam pendidikan formal, menyasar guru, peserta didik, dan orang tua, untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan terkait pangan lokal dan ketahanan iklim. Berdasarkan peraturan pemerintah, kurikulum ini bisa menjadi mata pelajaran mandiri atau terintegrasi dengan pelajaran lain.
Lokakarya Peningkatan Kapasitas telah menyepakati kurikulum MULOK Pangan Lokal sebagai mata pelajaran mandiri. Dua rapat kerja telah menghasilkan dokumen kurikulum, modul ajar, dan draft buku bahan ajar. Kurikulum ini akan diujicobakan di 20 SD dan 10 SMP di Kabupaten TTS sebelum diterapkan lebih luas.
Tujuan program ini adalah mendorong penerapan kurikulum MULOK pangan lokal untuk ketahanan iklim di sekolah, serta meningkatkan kapasitas guru. Kegiatan ini akan diadakan pada 25-26 Juli 2024 di Hotel Blessing, Kota Soe, dengan waktu pelaksanaan pukul 08.30-16.00 WITA.
Soe, 26 Juli 2024
Memasuki tahun ajaran baru, sejumlah SD dan SMP di Kabupaten Timor Tengah Selatan akan melaksanakan uji coba mata pelajaran Mulok Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim. Selama rata-rata dua jam pelajaran setiap minggu, siswa akan belajar mengenai berbagai jenis bahan pangan lokal di Kabupaten TTS beserta kandungan gizinya, cara membudidayakannya, hingga cara mengolahnya.
Mulok Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim diresmikan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) TTS Musa S. Benu pada Jumat (26/07). Usai diresmikan, mulok pangan lokal akan diuji coba di 20 Sekolah Dasar (SD) dan 10 Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebelum diterapkan di seluruh SD dan SMP sekabupaten TTS. Mata pelajaran ini diberikan kepada Fase C (kelas 5 – 6) SD dan Fase D (kelas 7 – 9) SMP.
Kepala Dinas P dan K mengatakan Mulok Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim merupakan salah satu inisiatif Pemda untuk menjaga pengetahuan tentang pangan lokal, sekaligus mengedukasi generasi muda tentang perubahan iklim yang dampaknya sudah dirasakan oleh masyarakat.
“Pengetahuan tentang pangan lokal perlu ditanamkan kepada generasi muda dari sedini mungkin untuk mendukung adaptasi masyarakat terhadap dampak perubahan iklim,” kata Kadis dalam kegiatan Bimbingan Teknis Kurikulum MULOK Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim di Hotel Blessing, Soe, Kamis (25/07).
Kadis menjelaskan, penetapan muatan lokal merupakan kewenangan pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013.
Kurikulum mulok disusun oleh tim pengembang yang dibentuk oleh Dinas P dan K. Proses penyusunan kurikulum yang berlangsung sejak bulan Maret 2024 telah menghasilkan dokumen kurikulum, alur tujuan pembelajaran (ATP), modul ajar, draf buku bahan ajar, serta bahan ajar pendukung lainnya.
“Kurikulum mulok pangan lokal untuk ketahanan iklim disusun berdasarkan kearifan lokal di Kabupaten TTS,” imbuh Kadis.
Dalam menyusun kurikulum, Dinas P dan K bekerja sama dengan ICRAF Indonesia yang sedang melaksanakan kegiatan riset-aksi Land4Lives alias #LahanuntukKehidupan di Kabupaten TTS dengan dukungan pendanaan dari pemerintah Kanada. Land4Lives bertujuan memperkuat kapasitas masyarakat dalam menghadapi dampak buruk dari perubahan iklim. Salah satu fokusnya ialah pengembangan kurikulum tentang pangan lokal untuk meningkatkan pemahaman, kesadaran, dan keterampilan masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap pangan lokal dan keterkaitannya dengan ketahanan iklim.
Research Officer ICRAF Indonesia Syifa Fitriah Nuraeni, yang masuk dalam tim pengembang kurikulum Mulok, menjelaskan bahwa pangan lokal dapat menjadi salah satu pendukung ketahanan pangan. Peristiwa cuaca ekstrem, yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim, berdampak pada produksi pangan. Hal itu dapat mengakibatkan pasokan pangan berkurang sehingga masyarakat kesulitan mendapatkan pangan yang cukup, aman, dan bergizi.
“Salah satu solusinya adalah pangan lokal, yang dapat ditumbuhkan di dekat tempat tinggal kita juga sudah beradaptasi dengan cuaca dan kondisi daerah asalnya sehingga lebih tahan terhadap perubahan iklim,” kata Syifa. “Selain itu, pangan lokal juga sehat dan bergizi.”
Menurut survei World Resources Institute pada tahun 2021, Indonesia memiliki banyak jenis pangan lokal. Setidaknya ada 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 228 jenis sayur-sayuran, 77 jenis sumber protein, dan 38 jenis buah-buahan. Karena itu, lanjut Syifa, edukasi pangan lokal untuk ketahanan iklim ke dalam pendidikan formal dapat menjadi cara yang efektif untuk menjaga pengetahuan tentang pangan lokal supaya tidak punah, juga sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan iklim.
Narahubung:
Pijar Anugerah
Land4Lives engagement officer
p.anugerah@cifor-icraf.org