Sekolah Perempuan di desa merupakan inisiatif strategis yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan peran perempuan dalam pembangunan di tingkat lokal. Program ini telah berhasil memberdayakan perempuan melalui berbagai pelatihan keterampilan, peningkatan pengetahuan tentang hak-hak perempuan, serta penguatan peran mereka dalam pengambilan keputusan di desa. Selain itu, Sekolah Perempuan juga berkontribusi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesetaraan gender dan partisipasi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan desa.
Meskipun program ini telah menunjukkan dampak positif, keberlanjutannya masih menghadapi berbagai tantangan. Beberapa di antaranya adalah keterbatasan sumber daya, dukungan kebijakan yang belum optimal, serta kurangnya sinergi antara pemerintah kabupaten dan pemerintah desa dalam pelaksanaan dan pengawasan program. Faktor-faktor ini mempengaruhi kemampuan program untuk berkelanjutan dalam jangka panjang.
Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, berkolaborasi dengan ICRAF Indonesia, telah memfasilitasi kegiatan pelatihan fasilitator Desa Sekolah Perempuan tingkat Kabupaten TTS. Pelatihan ini melibatkan 16 desa, di antaranya Desa Taneotob dan Desa Nunbena di Kecamatan Nunbena, Desa Lelobatan dan Desa Bijaepunu di Kecamatan Mollo Utara, serta beberapa desa lain di wilayah tersebut. Program ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas fasilitator dalam mendukung perempuan di desa mereka.
Tidak hanya pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat yang berperan dalam pengembangan Sekolah Perempuan, tetapi juga pihak gereja. Klasis Amanuban Timur Utara pada tahun 2024 turut mengembangkan Sekolah Perempuan di 16 desa, termasuk di Kecamatan Amanuban Tengah dan Kecamatan Oenino. Desa-desa seperti Desa Tumu, Desa Nakfunu, dan Desa Noenoni menjadi bagian dari kolaborasi ini. Gereja tidak hanya memberikan dukungan moral dan spiritual, tetapi juga berperan aktif sebagai mitra dalam mendorong peningkatan kapasitas perempuan.
Kerja sama ini merupakan langkah strategis untuk menyusun rencana keberlanjutan Sekolah Perempuan di desa. Melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan, diharapkan tercapai kesepakatan mengenai peran dan kontribusi masing-masing pihak dalam mendukung program ini. Selain itu, pertemuan ini juga bertujuan untuk menyusun rencana aksi yang jelas guna memastikan bahwa Sekolah Perempuan dapat terus beroperasi dan berkembang di masa mendatang.
Sejalan dengan pengembangan Sekolah Perempuan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), diperlukan sinergi antara Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Desa. Untuk itulah, pertemuan ini diselenggarakan oleh DP3A TTS bersama ICRAF Indonesia, dengan mengundang lintas OPD Kabupaten TTS (Bappeda, DPMD, Inspektorat, DP3A), 9 Camat, 31 Desa, Koordinator P3MD-TAPM, dan pendamping desa. Pertemuan ini dihadiri oleh 56 orang terdiri dari 18 perempuan dan 38 laki-laki. Acara dibuka secara resmi oleh Agnes L.S. Fobia (Asisten 3 Sekda Pemkab TTS).
Christian M. Tlonaen (Kadis PMD TTS) menyampaikan bahwa UU Desa Nomor 6/2014 merupakan landasan bagi keberpihakan dan pengakuan terhadap peran perempuan sehingga mengakomodir nilai kesetaraan gender melalui partisipasi dan pemberdayaan perempuan. Pada Permendes Nomor 7/2023 tentang Rincian Penggunaan Dana Desa Tahun 2024 dinyatakan bahwa penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk mendanai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat termasuk pemberdayaan perempuan. Pemberdayaan perempuan mencakup kegiatan PKK, pembentukan kelompok-kelompok perempuan desa, berbagai pelatihan kelompok perempuan, dan melibatkan perempuan dalam proses pembangunan dimulai dari perencanaan sampai dengan pengawasan. Maka Sekolah Perempuan sebagai unit/kelompok perempuan desa termasuk dalam prioritas yang dapat dibiayai dana desa.
Jojada U.N.Koy (Plt Inspektorat TTS) menyampaikan bahwa Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Perbup Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa di Kabupaten TTS, telah diatur tentang pertanggung jawaban alokasi dana desa. Ketika Sekolah Perempuan menerima bantuan keuangan dari Desa, maka pengurus Sekolah Perempuan wajib menyampaikan pertanggung jawaban kepada Desa. Inspektorat dapat membantu jika ada hal-hal yang perlu diperjelas, bahkan menyediakan layanan online untuk konsultasi terkait pertanggung jawaban alokasi dana desa.
Pengembangan Sekolah Perempuan pada tahun 2024 ini direncanakan mencakup 31 desa di Kabupaten TTS, seperti diungkapkan oleh Ardi A. Benu (Kadis P3A TTS). Pdt Seprianus Y. Adonis (GMIT/fasilitator kabupaten Sekoper) menyampaikan tahapan dalam pembentukan Sekolah Perempuan yaitu pelatihan fasilitator des, FGD untuk pemetaan isu besar yang dihadapi perempuan, sosialisasi Sekoper, pembentukan kelompok (pengisian formular, pembuatan pernyataan dukungan keluarga), pengukuhan fasilitator dan peserta Sekolah Perempuan. Pdt Sepri juga menyampaikan perkiraan pembiayaan dalam pelaksanaan Sekolah Perempuan berkisar 50 sampai 75 juta/tahun. Dana tersebut untuk membiayai ATK (sekitar 20-25 juta/tahun), honor dan transportasi fasilitator desa (sekitar 9-15 juta/tahun), dan peningkatan kapasitas/pelatihan (sekitar 25-30 juta/tahun). Ratnasari (ICRAF Indonesia) menyampaikan peran ICRAF dalam pengembangan Sekolah Perempuan dan menekankan pentingnya kolaborasi para pihak dalam hal ini.
Pada pertemuan ini, para pihak yang hadir berkomitmen dalam pengembangan Sekolah Perempuan, ditandai dengan penandatanganan komitmen bersama. Pertemuan ditutup secara resmi oleh Kadis P3A TTS dengan menyatakan bahwa komitmen bersama ini menjadi landasan penting untuk koordinasi dan sinergi antara Pemkab dan Pemdes dalam pengembangan Sekolah Perempuan di Kabupaten TTS.
File paparan dapat diunduh di sini