April 23, 2025

Dari dapur Kartini ke ladang TTS

Muhammad G. Arifoeddin
Guru SMP Negeri 2 Soe, Kabupaten TTS, Nusa Tenggara Timur


Penulis adalah anggota tim pengembang inisiatif mulok pangan lokal di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.


Seorang perempuan mengelola kebun sayuran di Kabupaten TTS, NTT. (Ni'matul Khasanah/ICRAF Indonesia)

Di tengah tantangan perubahan iklim global yang kian nyata, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dengan lanskapnya yang unik dan masyarakatnya yang tangguh, menyimpan potensi besar untuk menjadi garda depan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Semangat Raden Ajeng Kartini yang lebih dari seabad lalu memperjuangkan emansipasi dan kemajuan perempuan, kini menemukan wujudnya dalam aksi-aksi nyata perempuan TTS yang mencintai dan memberdayakan pangan lokal sebagai kunci ketahanan iklim.

Kartini, dengan visi yang jauh melampaui zamannya, mengajarkan kita tentang pentingnya kemandirian dan pemanfaatan potensi yang ada di sekitar kita. Di masa kini, semangat itu dapat diterjemahkan dalam kecintaan dan pengembangan pangan lokal yang kaya dan beragam. Perempuan TTS memegang peran sentral dalam hal ini: meneruskan tradisi leluhur dalam bercocok tanam, mengolah hasil bumi, dan mewariskan pengetahuan tentang pangan lokal yang adaptif terhadap iklim setempat.

Bayangkanlah Kartini masa kini di TTS: ia tidak hanya berjuang di balik meja tulis, tetapi juga turun ke ladang, mempelajari varietas sorgum lokal yang tahan kekeringan, mengembangkan teknik bertani organik yang ramah lingkungan, atau mengolah jagung lokal menjadi aneka hidangan lezat dan bergizi. Mereka adalah perempuan-perempuan yang tidak hanya melestarikan warisan kuliner, tetapi juga menjadi penjaga ekosistem dan pahlawan ketahanan iklim.

Kecintaan pada pangan lokal bukan sekadar tren, melainkan sebuah pilihan sadar untuk mendukung sistem pangan yang lebih berkelanjutan dan adaptif terhadap perubahan iklim. Pangan lokal TTS, seperti jagung Bose, ubi ungu Soe, atau berbagai jenis kacang-kacangan, telah teruji ketahanannya terhadap kondisi iklim setempat. Dengan memberdayakan pangan lokal, perempuan TTS tidak hanya meningkatkan ketahanan pangan keluarga dan komunitas, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada pangan dari luar daerah yang sering kali memiliki jejak karbon lebih tinggi akibat transportasi jarak jauh.

Perempuan TTS memiliki kekuatan kolektif yang luar biasa. Mereka dapat membentuk kelompok-kelompok tani perempuan yang berbagi pengetahuan tentang praktik pertanian berkelanjutan, mengembangkan pengolahan dan pemasaran produk pangan lokal, serta mendidik generasi muda tentang pentingnya mencintai dan mengkonsumsi pangan dari bumi sendiri. Mereka dapat memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk mempromosikan kekayaan kuliner lokal dan membangun kesadaran tentang pentingnya ketahanan iklim melalui pangan.

Semangat Kartini yang berani mendobrak batasan dan berinovasi, dapat menjadi pendorong bagi perempuan TTS untuk mengembangkan produk-produk pangan lokal yang memiliki nilai tambah, baik dari segi gizi maupun ekonomi. Mereka dapat menciptakan olahan pangan yang kreatif dan menarik, memanfaatkan kearifan lokal dalam pengemasan dan pemasaran, sehingga produk pangan TTS tidak hanya dikonsumsi di tingkat lokal, tetapi juga memiliki daya saing di pasar yang lebih luas.

Salah satu upaya mendidik generasi muda tentang pangan lokal melalui inisiatif mulok pangan lokal untuk ketahanan iklim untuk siswa SD dan SMP di Kabupaten TTS. (Alfonsus Seran/ICRAF Indonesia)

Kisah Kartini adalah inspirasi tentang bagaimana seorang perempuan dengan keterbatasan mampu memberikan dampak yang besar bagi bangsanya. Di masa kini, perempuan TTS memiliki potensi yang sama untuk menjadi agen perubahan dalam mewujudkan ketahanan iklim melalui kecintaan dan pemberdayaan pangan lokal. Dengan semangat gotong royong, pengetahuan tradisional yang diwariskan, dan inovasi yang berkelanjutan, perempuan TTS dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga bumi Flobamora tetap lestari dan berdaulat pangannya.

Mari kita bayangkan Kartini masa kini di TTS: tangannya yang terampil mengolah hasil bumi, matanya yang penuh harapan menatap ladang yang menghijau, dan suaranya yang lantang mengedukasi komunitas tentang pentingnya mencintai pangan lokal demi masa depan yang lebih baik dan berketahanan iklim. Semangatnya adalah nyala api yang terus membakar, menginspirasi setiap perempuan TTS untuk menjadi pahlawan pangan dan penjaga bumi tercinta.


Artikel ini ditulis oleh mitra kerja dan diterbitkan dengan izin penulis. Artikel ini mewakili pandangan pribadi penulis dan tidak selalu mewakili pendapat resmi dari CIFOR-ICRAF.