April 23, 2025 | Administrator

Lokakarya Duta Ayah untuk GASELOR Pangan dan Gizi di Timor Tengah Selatan (TTS)

“Tidak terhitung ramainya omongan tetangga kalau suami mencuci piring atau memasak di dapur, saya tutup telinga saja sampai omongan itu tidak terdengar” ungkap salah satu peserta lokakarya. Ternyata tidak mudah menjadi ayah teladan yang siap sedia bekerjasama dengan istri untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Hal senada disampaikan para ayah dalam Lokakarya Duta Ayah GASELOR pada 23 April 2025 di PPMT Soe.   

Ada 30 ayah yang mengikuti kegiatan ini, berasal dari beragam latar belakang profesi seperti guru, petani, wirausaha, dan pengurus gereja. Para ayah ini telah melakukan praktik baik dalam keluarga misalnya mengantar anak balitanya ke posyandu, memasak atau menyediakan makanan untuk anak, memanfaatkan pekarangan sebagai kebun dapur, bersama istri mengatur pola dan kebiasaan makan anak.

Lokakarya ini bertujuan untuk memperkuat dan memperluas peran ayah sebagai advokat utama dalam ketahanan pangan dan gizi keluarga dengan mengakui dan mendukung ayah-ayah teladan dalam program GASELOR, memahami motivasi mereka, serta mengembangkan strategi yang efektif untuk menginspirasi dan melibatkan lebih banyak ayah dalam perilaku positif terkait pangan dan gizi keluarga. Kegiatan dibuka oleh dr. Karolina Tahun, Kepala Dinas Kesehatan TTS dan Yeni Nomeni, Koordinator Provinsi NTT ICRAF Indonesia. 

Program Gerakan Ayah Sebagai Konselor (GASELOR) adalah sebuah inisiatif yang diresmikan oleh Dinas Kesehatan Timor Tengah Selatan (TTS) pada tahun 2022. Program ini bertujuan untuk memberdayakan peran ayah dalam meningkatkan gizi keluarga dan pengasuhan anak, yang diharapkan dapat berkontribusi pada penurunan angka stunting serta peningkatan kesejahteraan keluarga di Kabupaten TTS.

Melalui lokakarya ini teridentifikasi faktor-faktor pendukung menjadi ayah teladan untuk GASELOR pangan dan gizi antara lain latar belakang pekerjaan, keuangan rumah tangga cukup, kerjasama yang baik dengan istri, kebiasaan makan bersama dengan istri dan anak, memiliki pengetahuan tentang pangan bergizi, memiliki waktu luang yang cukup, konsultasi dengan nakes, memperhatikan 1000 hari kehidupan bagi anak, memiliki tanggung jawab sebagai orang tua, memiliki kebun dan ternak sebagai sumber pangan bergizi bagi keluarga. Sedangkan faktor-faktor penghambatnya antara lain laki-laki tidak siap secara psikologis saat istri hamil, sulit berbagi waktu antara pekerjaan dengan urusan rumah tangga, ayah hanya mengurus anak saat istri sakit (darurat), perbedaan pola asuh antara orang tua dengan nenek-kakek, kebiasaan jajan pada anak, dan tidak punya lahan untuk berkebun/beternak.

Meski penuh tantangan dan tidak mudah, mereka berkomitmen untuk menyebarluaskan praktik baik ini pada ayah-ayah lain dengan berbagai strategi. Keluwesan dalam berkomunikasi, adanya rasa saling menghargai, memanfaatkan momen atau peluang yang tersedia, keterbukaan untuk bekerjasama, dan dukungan dari perempuan (istri) menjadi kunci bagi para ayah teladan ini untuk memperluas perilaku positif terkait pangan dan gizi keluarga.

Dokumentasi