Yuhal
Mahasiswa Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan
Seri Cerita dari Desa menampilkan potret kehidupan petani yang ditulis oleh mahasiswa peserta program Muda-Mudi Peduli Pertanian Cerdas Iklim Land4Lives, berdasarkan pengalaman mereka mendampingi petani beradaptasi dengan dampak perubahan iklim.
Ketidakpastian harga jual karet dan tempat untuk menjual hasil produksi sudah lama menjadi masalah bagi banyak petani karet di dusun Damai Makmur, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Selain itu, trek atau penurunan hasil getah akibat perubahan cuaca - biasanya terjadi pada musim kemarau - mengurangi pendapatan petani karet. Semua faktor tersebut telah berdampak pada kesejahteraan semua petani karet di Damai Makmur.
Persoalan yang yang terjadi terus menerus mendorong lahirnya inisiatif untuk membentuk Kelompok Pemasaran Bersama (KPB) pada tahun 2019. Terbentuknya KPB di Dusun Damai Makmur diinisiasi oleh seorang pengepul yang mengumpulkan seluruh hasil karet dari petani di Dusun Damai Makmur pada satu lokasi dan dijual pada waktu yang disepakati dengan pembeli atau toke yang masuk ke dusun, sehingga meningkatkan nilai tawar petani terhadap pedagang.
KPB berhasil meningkatkan aksesibilitas pasar bagi petani serta mengatasi kendala logistik yang sebelumnya menghambat kelancaran dalam pemasaran, seperti kesulitan transportasi. Sebagai hasilnya, petani karet memperoleh harga yang lebih baik dan stabil dibandingkan sebelum adanya pemasaran melalui KPB, selain itu pembeli atau toke lebih mudah mengakses hasil panen yang sudah dikumpulkan di satu titik penjualan tanpa terkendala masalah akses jalan yang sulit dilalui.
Sistem Kelompok Pemasaran Bersama petani karet di Dusun Damai Makmur, Desa Suka Damai, dilakukan melalui mekanisme kelompok kecil yang dikoordinasikan oleh salah seorang ketua yaitu pak Yahman. Para ketua dari kelompok kecil ini membentuk kelompok inti yang berperan dalam pengelolaan pemasaran dan penentuan harga karet.
Sebelum panen, kelompok inti mengadakan musyawarah untuk membahas dan memilih penawaran harga tertinggi yang diajukan oleh para toke (pembeli karet). Proses penentuan harga dilakukan secara transparan, dimana setiap penawaran harga dari toke-toke dibandingkan untuk memilih nilai beli tertinggi yang menguntungkan petani (seperti mekanisme lelang). Dalam sistem ini, setiap transaksi dikenakan potongan sebesar Rp300 per kilogram untuk kepentingan yang bermanfaat, yang terdiri dari Rp100 untuk kas kelompok dan Rp200 untuk kepentingan dusun baik itu perbaikan jalan atau untuk kebutuhan darurat yang diperlukan oleh pemerintah dusun.
Setelah harga tertinggi disepakati, kelompok inti menyampaikan hasil keputusan tersebut kepada ketua-ketua kelompok kecil, yang kemudian menyebarkannya kepada petani. Dengan sistem ini, petani karet mendapatkan harga yang kompetitif dan kepastian pembelian, sehingga tidak perlu lagi khawatir tentang pemasaran hasil panen mereka.
Anggota KPB petani karet, Ketut Samudre, yang berperan sebagai koordinator musyawarah, mengatakan harga karet yang diterima petani jauh lebih stabil dan naik signifikan sejak KPB dibentuk. "Dulu kami sering kesulitan menjual hasil karet karena harga yang sangat murah, dengan akses jalan yang jauh. Sekarang, dengan adanya Kelompok Pemasaran Bersama, kami sebagai petani karet bisa mendapatkan harga yang lebih baik dan pasti,” ujarnya.
Walaupun begitu, dia menambahkan, ada beberapa hal yang masih perlu diperbaiki. "Misalnya, fasilitas tempat pengumpulan yang harus lebih memadai dan lebih dekat dengan lokasi petani, dengan harapan proses dari Pemasaran Bersama menjadi lebih efisien dan lebih terkoordinasi."
Selain meningkatkan pendapatan petani karet, Kelompok Pemasaran Bersama juga membantu memperbaiki infrastruktur desa, seperti jalan desa yang rusak akibat terjangan air, fasilitas umum seperti pos kesehatan, dan pengadaan lahan untuk lahan sekolah yang dapat mendukung kegiatan masyarakat.
Saat ini KPB yang berjalan tidak hanya di dusun Damai Makmur, tapi juga di lokasi lainnya di Desa Suka Damai yang kapasitasnya saat ini sedang dibantu untuk ditingkatkan oleh lembaga CIFOR-ICRAF Indonesia melalui riset-aksi Land4lives, baik dari aspek pemasaran, paska panen maupun teknis budidaya.
CIFOR-ICRAF membantu membentuk kelompok usaha bernama "Berkah Makmur" yang diketuai oleh I Wayan Kartike. Kelompok ini berfokus pada pengelolaan hasil karet secara kolektif serta meningkatkan keterampilan petani dalam budidaya karet yang berkelanjutan. Dukungan teknis dan pelatihan yang diberikan diharapkan dapat mendorong petani untuk mencapai kualitas getah yang lebih diterima oleh pasar yang lebih luas.
Ke depannya, petani karet di dusun Damai Makmur berharap mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Dari pemerintah, mereka mengharapkan dukungan regulasi serta insentif yang dapat mendorong pengembangan usaha petani. Dari lembaga swadaya, mereka berharap bisa mendapat pendampingan teknis terkait budidaya tanaman karet yang sesuai. Sedangkan melalui kerja sama dengan dunia usaha, mereka berharap dapat membuka akses pasar lebih luas seperti pembeli dari pabrik langsung sehingga petani karet bisa mendapatkan harga yang lebih tinggi.
Dengan kolaborasi lembaga seperti CIFOR-ICRAF Indonesia, dukungan masyarakat, dan keterlibatan berbagai pihak terkait, manfaat dari sistem pemasaran bersama ini diharapkan dapat dirasakan secara lebih merata oleh masyarakat sekitar serta menjadi model sukses yang dapat diterapkan oleh desa-desa lainnya.
Artikel ini ditulis oleh mitra kerja dan diterbitkan dengan izin penulis. Artikel ini mewakili pandangan pribadi penulis dan belum tentu mewakili pendapat resmi dari CIFOR-ICRAF Indonesia.
Baca artikel lainnya dalam seri Cerita dari Desa di sini