Kecamatan Dua Boccoe, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan
Desa Pakkasalo berada di Kecamatan Dua Boccoe, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. Desa ini terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Walanae, sebuah kawasan yang sering kali menghadapi tantangan terkait dengan banjir, terutama selama musim hujan ketika sungai-sungai yang mengalir melalui desa meluap. Wilayah ini cukup terpencil, yang membuat akses ke desa menjadi sulit, terutama pada saat cuaca ekstrem. Infrastruktur yang ada belum sepenuhnya memadai untuk mendukung konektivitas dengan pusat-pusat ekonomi di daerah lain. Letak geografis Desa Pakkasalo, meskipun strategis dalam konteks sumber daya alam yang tersedia, tetap memberikan sejumlah tantangan bagi penduduk setempat, terutama terkait dengan risiko banjir dan aksesibilitas yang terbatas. Keterpencilan ini juga mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk mengakses pasar, layanan, dan fasilitas umum lainnya yang penting bagi kesejahteraan ekonomi mereka.
Lanskap Desa Pakkasalo mencerminkan karakter agraris dengan dominasi lahan pertanian yang luas. Lahan-lahan ini digunakan terutama untuk menanam padi, yang merupakan tanaman pokok dan menjadi sumber pangan utama bagi masyarakat desa. Selain padi, kebun campuran yang menanam kelapa, pisang, serta berbagai jenis tanaman hortikultura lainnya juga menjadi bagian penting dari lanskap ini. Keberadaan sungai-sungai kecil yang mengalir melalui desa memberikan sumber irigasi yang vital bagi lahan pertanian. Tambak ikan air tawar juga menjadi bagian integral dari penggunaan lahan di desa ini, memberikan tambahan penghasilan bagi warga melalui budidaya ikan. Namun, meskipun lahan ini produktif, mereka juga rentan terhadap kerusakan akibat erosi, terutama di daerah yang dekat dengan aliran sungai. Selain itu, selama musim hujan, genangan air sering terjadi di lahan pertanian, yang bisa merusak tanaman dan mengurangi produktivitas.
Mayoritas penduduk Desa Pakkasalo mengandalkan pertanian sebagai sumber penghidupan utama. Sistem usaha tani yang diterapkan di desa ini beragam, meliputi padi monokultur, kebun campur, dan tambak ikan air tawar. Padi monokultur merupakan sistem yang paling dominan karena padi adalah sumber pangan pokok bagi masyarakat dan dapat dijual untuk mendatangkan pendapatan. Proses penanaman padi melibatkan berbagai tahap, mulai dari penyiapan lahan hingga panen dan pengolahan pascapanen. Keterlibatan perempuan dalam proses ini cukup signifikan, terutama dalam hal penanganan pascapanen seperti pengeringan gabah. Selain bertani, warga juga memelihara ternak, seperti sapi dan unggas, yang memberikan pendapatan tambahan dan meningkatkan ketahanan ekonomi rumah tangga.
Selain pertanian, kebun campur di Desa Pakkasalo juga menjadi sumber penghidupan penting, di mana kelapa dan pisang merupakan komoditas utama yang dihasilkan. Kelapa diolah menjadi berbagai produk, termasuk kopra dan tempurung kelapa, yang kemudian dijual ke pasar lokal. Pisang, baik dalam bentuk buah segar maupun produk sampingan seperti daun dan jantung pisang, juga memiliki nilai ekonomi yang signifikan bagi masyarakat desa. Pengelolaan kebun ini melibatkan anggota keluarga, dengan perempuan sering kali mengambil peran penting dalam proses penjualan hasil kebun.
Tambak ikan air tawar adalah aspek lain dari ekonomi desa yang mendukung diversifikasi penghidupan. Tambak ini terutama digunakan untuk budidaya ikan seperti bandeng dan udang. Sistem tambak memberikan keuntungan tambahan bagi keluarga di desa ini, terutama ketika hasil pertanian kurang memadai akibat kondisi cuaca yang buruk.
Desa Pakkasalo telah mengalami berbagai dampak perubahan iklim yang signifikan, terutama dalam bentuk banjir bandang yang sering terjadi akibat meluapnya sungai selama musim hujan. Banjir ini tidak hanya merusak lahan pertanian dan tambak, tetapi juga infrastruktur seperti jalan dan saluran irigasi. Selain itu, desa ini juga menghadapi tantangan kekeringan panjang selama musim kemarau, yang mengurangi ketersediaan air untuk irigasi dan mempengaruhi hasil panen padi dan kelapa.
Kondisi cuaca ekstrem ini juga meningkatkan risiko serangan hama dan penyakit pada tanaman dan ternak, yang dapat menurunkan produktivitas dan pendapatan rumah tangga. Serangan hama seperti wereng pada tanaman padi atau ulat pada tanaman kelapa sering kali menjadi masalah yang dihadapi petani selama musim tanam. Dampak perubahan iklim ini memaksa masyarakat untuk menyesuaikan praktik pertanian mereka, seperti mengubah jadwal tanam untuk menghindari musim hujan atau kekeringan yang berlebihan. Beberapa petani juga mulai mencoba diversifikasi jenis tanaman untuk mengurangi risiko gagal panen. Meskipun demikian, adaptasi ini sering kali terbatas oleh pengetahuan, sumber daya, dan dukungan teknis yang ada.