Dwi Wahyudi
Mahasiswa Politeknik Pertanian Pangkep, Sulawesi Selatan
Seri Cerita dari Desa menampilkan potret kehidupan petani yang ditulis oleh mahasiswa peserta program Muda-Mudi Peduli Pertanian Cerdas Iklim Land4Lives, berdasarkan pengalaman mereka mendampingi petani beradaptasi dengan dampak perubahan iklim. Tulisan ini mewakili pandangan pribadi penulis.
Sebagian besar petani di desa Hulo, Kabupaten Bone menggunakan pupuk kimia atau pupuk anorganik sebagai bahan utama untuk meningkatkan hasil pertanian. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai pembuatan dan pemanfaatan pupuk organik. Petani belum begitu paham bahwa untuk jangka panjang penggunaan pupuk kimia akan mengikis unsur hara dan aneka macam mineral penting dalam tanah. Hal tersebut mengakibatkan tanah menjadi kurang subur dan pada akhirnya akan berimbas pada minimnya hasil panen bahkan gagal panen.
Pupuk organik dapat berbentuk padat maupun cair. Pupuk organik cair dapat menyediakan hara sesuai dengan kebutuhan tanaman. Karena bentuknya yang cair, maka bila terjadi kelebihan kapasitas pupuk pada tanah, dengan sendirinya tanaman akan mudah mengatur penyerapan komposisi pupuk yang diharapkan. Pupuk organik cair dapat dibuat dari limbah peternakan maupun tanaman yang ada di sekitar kita.
Masyarakat di Desa Hulo banyak yang memelihara sapi, sehingga menghasilkan limbah kotoran ternak yang banyak. 'Pup' sapi tersebut belum dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dijadikan sebagai pupuk organik. Padahal, masyarakat di Desa Hulo juga berprofesi sebagai petani jagung yang memerlukan pupuk untuk diberikan pada tanamannya.
Penggunaan pupuk organik di kalangan petani masih sedikit digunakan karena adanya anggapan bahwa proses pembuatannya rumit dan memakan waktu. Sehingga sampai saat ini petani lebih memilih menggunakan pupuk kimia. Petani belum menyadari penggunaan pupuk kimia dalam jangka panjang akan berdampak negatif terhadap tanah seperti tanah menjadi keras dan padat yang menyebabkan sulitnya pengolahan tanah dan penurunan produktivitas tanaman yang dikelola oleh petani.
Keraguan petani untuk menggunakan pupuk organik coba dipatahkan dengan melakukan kegiatan praktik bersama dengan petani. Pratik langsung dilakukan dengan anggota kelompok belajar Mabbulo Sipeppa di Desa Hulo yang difasilitasi oleh ICRAF melalui kegiatan riset-aksi Land4Lives, yang didukung oleh Kanada, yaitu tentang cara membuat pupuk organik cair dari kotoran sapi dan bahan organik lain dengan menggunakan EM4 sebagai pengurai.
Kegiatan pembuatan pupuk organik dimulai dengan mengumpulkan kotoran sapi dan bahan lainnya, dan dibuat bersama dengan petani anggita kelompok. Setelah praktik bersama ini, petani anggota kelompok mulai sadar mengenai manfaat pupuk organik dan bahayanya pupuk kimia, serta nilai ekonomis pemanfaatan pupuk organik. Petani menjadi tertarik untuk memanfaatkan kotoran sapi sebagai penyubur tanah menggantikan pupuk kimia.
Satu hal yang paling penting adalah masyarakat mengetahui cara membuat pupuk organik cair secara mandiri menggunakan bahan dasar yang ada di sekitar mereka, dalam hal ini kotoran sapi dan kotoran hewan lain pada umumnya. Penyuluhan ini juga membuat warga antusias dan tertarik untuk mulai menggunakan pupuk kandang seperti pupuk kotoran sapi untuk menyuburkan tumbuhan dan tanah pada area tanaman jagung masyarakat.
Pupuk organik cair yang dihasilkan secara mandiri oleh petani kemudian diaplikasikan pada tanaman jagung melalui penyemprotan pada bagian daun. Dengan adanya aplikasi tersebut dapat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman jagung. Selain dapat meningkatkan produksi, pengaplikasian pupuk cair pada tanaman jagung juga dapat meningkatkan kestabilan unsur hara yang ada di dalam tanah. Pupuk organik cair yang diaplikasikan melalui daun juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman karena mampu merangsang munculnya tunas daun atau bunga lebih cepat. Penggunaan pupuk cair melalui daun dipengaruhi oleh komposisi formulanya, sehingga setiap jenis pupuk organic cair akan berbeda pada penerapan dosisnya.
Salah satu anggota kelompok Mabbulo Sipeppa Desa Hulo telah melakukan praktik pembuatan pupuk organic cair di rumahnya dan mengaplikasikannya ke kebun tanaman jagungnya dengan takaran 1:5 (1 liter pupuk organik cair dan 5 liter air). Beliau mengatakan bahwa pemberian pupuk organik cair pada jagung dapat meningkatkan produktivitas buah karena buah menjadi berisi dan besar. Tanaman jagung juga dapat dipanen lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan pupuk kimia yang sering dipakai biasanya. Jumlah hari panen jagung biasanya lebih dari 100 hari, sedangkan dengan menggunakan pupuk organik cair, jumlah hari panennya 90 hari saja dan batang tanaman jagung juga lebih kokoh dan tidak mudah rebah.
Penggunaan pupuk organik cair juga berpengaruh terhadap berat biji jagung sehingga petani dapat memperoleh keuntungan yang lebih dari hasil panen tersebut. Selain itu, pengaplikasian pupuk organik cair pada tanaman jagung juga berpengaruh pada kekebalan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit.
Motivasi petani Desa Hulo dalam penggunaan pupuk organik saat ini sudah meningkat karena mereka sudah dapat melihat langsung manfaatnya dan juga sudah mencoba membuatnya sendiri. Kedepannya nanti harapannya akan lebih banyak lagi petani di Desa Hulo yang termotivasi untuk menggunakan pupuk organik tidak hanya untuk tanaman jagungnya tapi juga untuk tanaman lainnya yang menjadi sumber penghidupan mereka.
Artikel ini mewakili pandangan pribadi penulis dan bukan pandangan resmi CIFOR-ICRAF Indonesia
Baca artikel lainnya dalam seri Cerita dari Desa