December 20, 2024

Cerita dari Desa #8: Manfaat tak terduga dari pupuk organik cair

Indra Wijaya dan Salsabilla
Mahasiswa Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan


Seri Cerita dari Desa menampilkan potret kehidupan petani yang ditulis oleh mahasiswa peserta program Muda-Mudi Peduli Pertanian Cerdas Iklim Land4Lives, berdasarkan pengalaman mereka mendampingi petani beradaptasi dengan dampak perubahan iklim.


Pak Madsoleh bersama pupuk organik cair (POC) buatannya (Salsabilla/ICRAF)

Apa jadinya bila pupuk organik digunakan pada tanaman padi, benarkah hasilnya lebih baik dari “pupuk kimia”? Pertanyaan itu muncul di benak seorang petani di Desa Beringin Agung, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Dia pun mencari tahu sendiri jawabannya.

Bapak Madsoleh (51 tahun) mulai menggunakan pupuk organik cair (POC) pada musim tanam padi pada bulan Oktober 2023. Pengetahuan tentang POC dia dapatkan dari materi yang diajarkan oleh ICRAF Indonesia pada bulan April 2023 sebagai bagian dari seri pelatihan Pertanian Cerdas Iklim dalam kegiatan riset-aksi Land4Lives.

Dengan menggunakan POC bersamaan dengan pupuk kimia, Madsoleh berhasil meningkatkan kualitas panen dari sawahnya. Dia juga menemukan satu manfaat lain yang tidak dia duga sebelumnya.

Pupuk organik cair

Mayoritas penduduk Beringin Agung merupakan petani padi. Produksi padi di Desa Beringin Agung, kadang-kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi padi setempat. Hal tersebut di antaranya karena petani belum memenuhi standar praktik pertanian yang baik, misalnya pemupukan yang tidak sesuai dengan anjuran.

Selain itu kondisi tanah di Desa Beringin Agung yang cenderung miskin unsur hara menyebabkan perlu ada alternatif lainnya untuk menjaga kesuburan dan kesehatan tanah. Ditambah lagi dengan kondisi iklim yang tidak menentu dapat mengakibatkan terjadinya gagal panen.

Untuk membantu petani di Desa Beringin Agung meningkatkan hasil pertaniannya, ICRAF hadir dengan beberapa teknologi yang mengacu pada "Pertanian Cerdas Iklim". Pertanian cerdas iklim ini merupakan sebuah pendekatan terpadu untuk membantu petani beradaptasi terhadap dampak-dampak perubahan iklim, misalnya kekeringan (curah hujan menurun), peningkatan suhu, atau banjir karena hujan terus-menerus.

Salah satu upaya pertanian cerdas iklim yang dilakukan oleh ICRAF adalah dengan memperkenalkan serta mengajarkan pembuatan dan penggunaan pupuk organik di beberapa desa di Kecamatan Muara Sugihan salah satunya yaitu di kelompok belajar Desa Beringin Agung.

Pupuk organik menyediakan bahan organik yang bermanfaat bagi kesehatan tanah melalui peningkatan kualitas tanah melalui pengaturan kelembaban tanah ketika ada peningkatan suhu, kekeringan, curah hujan berlebih, pengaturan tingkat keasaman dan penstabilan kadar garam pada kondisi normal dalam tanah ketika ada peningkatan suhu dan kekeringan, serta pengaturan porositas atau kegemburan tanah, terutama pada tanah liat pada saat musim kemarau panjang.

Pupuk organik cair (POC) yang diajarkan oleh ICRAF ke Kelompok Belajar Beringin Agung dihasilkan dari limbah organik. Limbah tersebut berasal dari hasil pelapukan jaringan tanaman atau bahan tanaman seperti jerami, daun-daunan dan rumput-rumputan termasuk sayuran yang berupa limbah organik yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitar, didaur ulang dan dirombak dengan bantuan mikroorganisme perombak seperti bakteri dan cendawan menjadi unsur-unsur hara yang tersedia yang dapat diserap oleh tanaman.

Percobaan Bapak Madsoleh

Bapak Madsoleh memulai pemupukan dua minggu setelah masa tanam, dan melakukannya lagi setiap setengah bulan sekali, dengan dibarengi pupuk kimia sebanyak 3 kali selama masa tanam hingga panen. Lahan yang dipupuk menggunakan POC dan pupuk kimia yaitu seluas ¼ ha, sedangkan lahan seluas ¼ ha lainnya dipupuk menggunakan pupuk kimia saja.

Dari percobaan ini Madsoleh mendapati perbedaan dari hasil yang diperolehnya. Lahan yang menggunakan POC dan pupuk kimia hasil panen sebanyak 50 kg beras per karung, sedangkan yang 100% menggunakan pupuk kimia memperoleh hasil panen sebanyak 48 kg beras per karung. Hal ini menunjukkan bahwa bobot bulir padi yang dihasilkan dengan tambahan POC lebih besar dari yang dihasilkan dengan pupuk kimia saja.

Penggunaan pupuk organik cair ini juga bermanfaat pada lingkungan, menurut Bapak Madsoleh.

 “Pupuk kimia akan meninggalkan residu dan berdampak buruk pada tanah. Kalau pakai pupuk organik cair, tidak ada resiko bahaya yang akan timbul karena bahan yang digunakan berasal dari alam itu sendiri,” ujarnya.

Pupuk organik cair yang Bapak Madsoleh buat berasal dari bahan-bahan berupa air, sekam padi, kotoran kambing, daun bambu kering, daun sengon, daun lamtoro, gedebok pisang, EM4 dan tetes tebu. Dalam pengaplikasian pupuk organik cair untuk tanaman padi, karena baru pertama kali mencoba Madsoleh masih mengkombinasikan dengan pupuk kimia.

Tujuan utama dari Madsoleh untuk menggunakan pupuk organik cair adalah untuk menekan atau mengurangi biaya pembelian pupuk kimia. Manfaat lain yang diharapkan dapat dihasilkan dari menggunakan pupuk organik cair adalah untuk memperbaiki struktur tanah dan unsur hara dari lahan yang biasa digarap untuk bertanam padi.

Membantu bertahan dari penyakit ‘putih’

Ada manfaat lainnya yang dirasakan dan diamati oleh Madsoleh dari penggunaan pupuk organik cair, yaitu pupuk organik cair dinilai dapat memperkuat ketahanan tanaman padi terhadap serangan penyakit “putih” yang menyerang padi di Kecamatan Muara Sugihan termasuk Desa Beringin Agung. Penyakit ini berupa penyakit pucuk putih pada tanaman padi, penyakit yang tergolong masih baru di Indonesia dan disebabkan oleh Nematoda Aphelenchoides besseyi. Nematoda ini menyerang dua bagian tanaman padi yaitu daun dan benih padi.

Penyakit pucuk putih ini bersifat tular benih yang artinya penyebaran dapat ditularkan melalui benih padi yang terinfeksi nematoda. Penyakit ini dapat dikenali melalui ujung daun akan terpilin/terlilit serta daun akan kehilangan klorofil dan berubah warna menjadi putih sepanjang 3-5 cm, pucuk daun mengerut, batang dan daun padi mengerdil, ukuran malai padi lebih pendek sehingga jumlah bulir lebih sedikit dan bulir padi akan hampa atau kosong.

Serangan penyakit ini akan berdampak besar terhadap keberhasilan panen petani apabila kerusakan pada fase vegetatif daun dan generatif daun melewati ambang batas 50%. Penyakit ini lebih banyak ada di musim hujan.

POC buatan Bapak Madsoleh (Salsabilla/ICRAF)

Kerugian dari adanya penyakit putih sudah banyak dirasakan oleh petani padi di Beringin Agung. Karena penyakit putih ini, banyak petani di Desa Beringin Agung yang mengalami kerugian bahkan sampai ada yang gagal panen. Banyak petani mengeluh dan tak menemukan solusinya sampai selesai panen.

Namun, dengan menggunakan pupuk organik cair, Madsoleh melihat ada keuntungan yang diperoleh jika dibandingkan tanaman padinya yang terserang penyakit putih dengan yang dimiliki teman-temannya yang menggunakan 100% pupuk kimia. Tanaman padinya yang terkena penyakit putih bobot bulir padinya lebih besar dibanding petani padi lainnya, serta jumlah bulir padi yang rusak tidak separah rekan-rekan petani padi lainnya.

Aplikasi pupuk organik cair yang dilakukan oleh Madsoleh tampaknya dapat membantu meningkatkan imunitas atau ketahanan tanaman padi terhadap penyakit putih, walaupun belum bisa mengendalikan atau memberantas penyakit putih.

Hingga saat ini belum ada penelitian yang komprehensif untuk menilai hubungan antara aplikasi pupuk organik cair dengan peningkatan ketahanan tanaman padi terhadap penyakit putih pada tanaman padi. Untuk itu perlu ada tindak lanjut ke depannya untuk meneliti hal tersebut sehingga dapat digunakan sebagai salah satu alternatif mempertahankan produksi padi ketika terserang penyakit putih.

Percobaan Bapak Madsoleh menunjukkan bahwa pupuk organik cair bermanfaat untuk tanaman padi, dengan meningkatkan bobot bulir padi serta tampaknya membantu memperkuat ketahanan tanaman dari penyakit putih.  Keberhasilan Bapak Madsoleh dapat menjadi inspirasi bagi petani padi lainnya untuk mencoba pupuk organik sebagai alternatif yang lebih hemat dan ramah lingkungan.


Baca artikel lainnya dalam seri Cerita dari Desa