December 4, 2025

Kebun Dapur Pada’idi dalam denyut Desa Massila

Membangun ketahanan pangan melalui kebersamaan

Aktivitas di Kebun Dapur Pada'idi, Bone, Sulawesi Selatan (CIFOR-ICRAF Indonesia)

Dinnar Diandra Anugera Tejamulyawan
Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, IPB University
Intern CIFOR-ICRAF Indonesia


Setiap pekan, akun media sosial Instagram @kebundapurpadaidi memperlihatkan potret sederhana kehidupan di Desa Massila: Para perempuan menanam bibit, menyiram, dan memupuk tanaman, sementara laki-laki memperbaiki bedengan atau menumpuk sayuran hasil panen yang kemudian dibawa pulang. Aktivitas mereka menggambarkan sebuah kebun yang lebih dari sekadar lahan tanam – tapi juga ruang belajar bersama yang tumbuh dari semangat.

Sebidang tanah yang awalnya tak produktif, telah berubah menjadi pusat kegiatan pertanian cerdas iklim yang memberi kebahagiaan bagi banyak keluarga. Ibu Nilma -  begitu ia kerap disapa – adalah pemilik tanah itu, yang kemudian ia sumbangkan untuk kepentingan bersama. Kebun dengan luas sekitar 120 meter persegi itu kini dikelola secara komunal, yang mana setiap anggota dapat berpartisipasi dalam perawatan dan pengelolaannya.

Diinisiasi bersama CIFOR-ICRAF melalui proyek riset-aksi Land4Lives yang dimulai pada 2022, Kebun Dapur Pada’idi dikelola oleh kelompok belajar beranggotakan 25 orang. Kebun dapur merupakan salah satu kegiatan kelompok yang dirancang dengan tujuan meningkatkan ketahanan pangan masyarakat agar tidak bergantung kepada sistem pasar komersial, melalui penerapan sistem pertanian cerdas iklim (Climate Smart Agriculture/CSA) dalam pengelolaannya.

Nilma, pemilik lahan Kebun Dapur Pada'idi

Cerita Kebun Dapur Pada’idi terus meluas tidak hanya di lahan tapi juga ruang digital. Akun Instagram @kebundapurpadaidi menjadi sarana promosi sekaligus edukasi tentang kebun dapur dan pertanian cerdas iklim. Dikelola langsung oleh Ibu Nilma selaku sekretaris kelompok belajar, akun tersebut secara rutin memperlihatkan aktivitas penanaman, perawatan, hingga panen.

“Ya, memang tujuannya untuk berbagi dan setidaknya bisa menjadi motivasi bagi teman-teman yang sama seperti kami di bidang pertanian dan terus memberikan manfaat bagi banyak orang” kata Ibu Nilma.

“Pada’idi” dan kebersamaan masyarakat Desa Massila

Kebersamaan dan solidaritas menjadi prinsip Kebun Dapur Pada'idi (Instagram/@kebundapurpadaidi)

Nama “Pada’idi” diambil dari bahasa Bugis yang berarti bersama-sama/satu kehendak/sesama kita. Filosofi yang terkandung dalam kata “Pada’idi” menggambarkan adanya ikatan emosional yang kuat di antara anggota keluarga atau orang-orang yang berada dalam suatu ikatan sekaligus ungkapan kebersamaan dan solidaritas dalam budaya masyarakat Bugis. Semangat kebersamaan ini kemudian bertemu dengan pendekatan ilmiah Pertanian Cerdas Iklim (PCI) yang dibawa oleh CIFOR-ICRAF Indonesia melalui riset-aksi Land4Lives.

Baca juga:

Kelahiran Kebun Dapur Pada’idi tak lepas dari peran CIFOR-ICRAF Indonesia. Melalui beberapa pelatihan bersama CIFOR-ICRAF, Kelompok Belajar Pada’idi mengenal teknik bercocok tanam yang adaptif terhadap perubahan iklim dan sesuai dengan karakteristik Desa Massila.

Aktivitas di Kebun Dapur Pada’idi dimulai pada bulan Februari tahun 2023. Langkah awal yang dilakukan anggota kelompok adalah memperbaiki kondisi tanah kebun dengan menggunakan berbagai macam bahan organik seperti pupuk kandang dan pupuk kompos. Setelah lahan dengan tanah merah itu digemburkan, penanaman sayur di Kebun Dapur Pada’idi pertama kali dilakukan pada bulan Juli tahun 2023.

Setiap anggota kebun dapur Padaidi berperan aktif dalam penanaman, perawatan, dan pemanenan. (CIFOR-ICRAF Indonesia)

“Butuh sekitar 3-4 bulan lamanya sebelum kebun ini akhirnya bisa ditanami oleh sayur-sayuran” kata Sumilia, staf lapangan CIFOR-ICRAF Indonesia yang mendampingi Kelompok Belajar Pada’idi.

Kini, setiap anggota punya jadwal piketnya sendiri. Setiap hari, ada dua perempuan dan satu laki-laki yang melaksanakan piket pengelolaan kebun. Khusus di musim kemarau, piket kebun difokuskan untuk melakukan penyiraman – menjaga kualitas asupan air supaya tetap memenuhi kebutuhan sayur yang ditanam.

Di kebun, anggota laki-laki biasanya lebih aktif dalam kegiatan pengelolaan lahan yang membutuhkan tenaga fisik seperti mencangkul, membersihkan lahan, atau menyiapkan bedengan. Sementara itu, anggota perempuan berperan besar dalam berbagai tahapan penanaman sayur mulai dari penyemaian, penanaman, hingga perawatan harian tanaman. Adanya pembagian ini membuat proses pengelolaan kebun berjalan lebih efektif karena sesuai dengan kapasitas setiap anggota kelompok.

Kebun Dapur Pada’idi bersama CIFOR-ICRAF

Sebagian hasil panen dari Kebun Dapur Pada'idi (Instagram/@kebundapurpadaidi)

Sumilia menyampaikan bahwa dari perspektif proyek Land4Lives, pembentukan Kebun Dapur Pada’idi – juga kebun-kebun lainnya yang tersebar di 12 desa pilot Land4Lives di Bone – adalah inisiatif untuk meningkatkan akses masyarakat desa terhadap sayur-sayuran yang sehat dan bergizi. Land4Lives, yang dibiayai oleh pemerintah Kanada, bertujuan meningkatkan ketahanan masyarakat rentan dalam menghadapi dinamika perubahan iklim.

Dengan pendampingan Sumilia serta tim CIFOR-ICRAF di Bone, anggota Kelompok Belajar Pada’idi perlahan memahami metode Pertanian Cerdas Iklim (PCI). Teknik PCI yang diperkenalkan meliputi penggunaan pupuk organik (pupuk kompos atau pupuk kandang), pembenihan mandiri berbasis komunitas, dan penerapan shade tree agroforestry system.

Teknik agroforestri berbasis naungan (shade tree agroforestry) bertujuan menjaga tanaman sayur dari paparan sinar matahari secara langsung. Teknik ini diterapkan dengan menanam jenis pisang dan singkong di bagian tepi kebun dapur sebagai pelindung bagi tanaman. Bagian batang singkong yang  tumbuh cukup tinggi juga dimanfaatkan sebagai tempat kacang panjang merambat.

Sumilia, staf lapangan CIFOR-ICRAF di Bone

Di Kebun Dapur Pada’idi, beragam jenis sayuran dibudidayakan beragam secara organik, tanpa penggunaan bahan kimia. Kelompok tanaman yang dibudidayakan meliputi sumber karbohidrat, protein, mineral, serta nutrisi lainnya -- sesuai prinsip pemenuhan pangan yang Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA). Beberapa jenis sayur yang ditanam di antaranya terong, tomat, cabai, dan kangkung (sebagai sayuran yang selalu ditanam), diselingi jenis timun, sawi, dan kacang panjang.

Sebagian sayuran yang ditanam di Kebun Dapur Pada'idi berasal dari benih hasil panen sebelumnya. (CIFOR-ICRAF Indonesia)

Sebagian sayuran yang ditanam di Kebun Pada’idi berasal dari benih hasil panen sebelumnya dan bahkan bisa diperbanyak hingga tiga generasi. Hal ini menunjukkan proses adaptasi terhadap benih lokal yang dapat diregenerasi secara berkelanjutan tanpa bergantung pada benih komersial.

Selain menanam sayuran dan mengembangkan bibit sayuran, anggota kelompok juga memproduksi pupuk kompos untuk menjaga produktivitas lahan kebun dapur. Penggunaan pupuk kompos merupakan salah satu aspek keberlanjutan dari pengelolaan kebun karena dapat mempertahankan tingkat kesuburan tanah.

Saat ini, kelompok sudah memproduksi sekitar dua ton pupuk kompos, yang selain digunakan di kebun juga dijual kepada petani sekitar. Produksi kompos merupakan salah satu unit usaha yang dikelola bersama dengan anggota kelompok Pada’idi.

Iklan usaha bibit Kebun Dapur Pada'idi (Instagram/@kebundapurpadaidi)

Dampak dan keberlanjutan produksi

Adanya sistem pertanian cerdas iklim yang diperkenalkan ICRAF Indonesia membawa dampak signifikan bagi Kebun Dapur Pada’idi. Kini, pertanian yang dilakukan anggota jauh memiliki produktivitas dan ketahanan yang lebih tinggi dengan kondisi tanah yang lebih subur.

“Sekarang kalau bertani masa tanam satu jenis bisa lebih panjang, contohnya terong yang bisa tahan hampir satu tahun sebelum harus menanam kembali. Tanah yang kami tanami juga jauh lebih subur karena kami menggunakan pupuk organik tanpa campuran kimia” ujar Ibu Nilma .

Keberadaan rumah benih – juga diinisiasi bersama Land4Lives – menjadi bagian dari sistem pendukung kebun dapur. Rumah benih memungkinkan pengelolaan kebun dapur secara berkelanjutan – produksi benih berjalan dan penanaman di kebun juga berjalan sehingga benih selalu tersedia dan tidak menghambat proses penanaman.

Sayuran bisa dipanen dalam jangka waktu yang bervariasi, tergantung jenisnya. Semua anggota kelompok bisa membawa pulang hasil panen tersebut untuk dikonsumsi secara pribadi, sementara sayuran yang jumlahnya lebih banyak biasanya akan dijual dan hasil penjualannya masuk ke kas kelompok. Uang kas kemudian digunakan untuk pemenuhan kebutuhan kelompok dan keberlanjutan kebunnya sendiri seperti perawatan kebun, pembuatan bahan, dan lainnya.

“Kami sangat senang dan bersyukur mendapatkan bimbingan dari CIFOR-ICRAF Indonesia karena ini membantu kami mengetahui praktik bertani cerdas iklim,” kata Ibu Nilma.

“Yang paling penting, keberadaan kebun ini membantu kami mengurangi pengeluaran sehari-hari karena sekarang kami bisa memenuhi kebutuhan sayur langsung dari kebun.”

Kebun Dapur Pada'idi mengingatkan kita bahwa solusi ketahanan pangan tidak selalu membutuhkan teknologi canggih atau investasi besar. Kadang, yang dibutuhkan adalah kemauan untuk berbagi, belajar bersama, dan beradaptasi dengan bijak.

Kisah dari Desa Massila ini dapat menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di Indonesia. Dengan pendekatan pertanian cerdas iklim dan semangat kebersamaan, setiap desa punya potensi untuk membangun ketahanan pangannya sendiri — dimulai dari kebun dapur. []

Anggota Kebun Dapur Pada'idi menyiapkan benih sayuran (Instagram/@kebundapurpadaidi)

Editor: Pijar Anugerah, Sumilia, Dikdik Permadi


Artikel ini ditulis oleh mitra kerja dan diterbitkan dengan izin yang bersangkutan. Pandangan dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak mewakili pandangan resmi CIFOR-ICRAF Indonesia.