RPDAS Benain-Noelmina

RPDAS Benain-Noelmina

Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan keberadaannya harus dipandang sebagai sebuah ekosistem yang terdiri dari komponen biotis dan abiotis, serta saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur. Pengelolaan DAS diperlukan guna menjaga keseimbangan hubungan timbal balik antar komponen ekosistem. Selama hubungan timbal balik tersebut dalam kondisi yang seimbang, maka selama itu pula fungsi ekosistem DAS akan berjalan dengan baik. Sebaliknya, apabila terdapat gangguan dalam hubungan timbal balik tersebut, maka fungsi ekosistem DAS juga akan tergangu.

Kondisi eksisting DAS berserta ekosistemnya telah menjadi salah satu isu strategis di tingkat nasional. Menilik pada dokumen RPJMN 2020-2024, isu DAS masuk menjadi bagian dari agenda pembangunan nasional. Pemulihan ecosystems DAS menjadi salah satu dari proyek prioritas strategis (major project) nasional. Hal ini menandakan perhatian pemerintah atas peran strategis DAS bagi pembangunan nasional.

Di Provinsi NTT, lebih khusus di Pulau Timor terdapat satuan DAS yakni DAS Benain dan DAS Noelmina yang merupakan DAS prioritas terkait rehabilitasi hutan dan lahan oleh pemerintah setempat untuk memulihkan kondisi DAS. DAS tersebut pengelolaanya di bawah kewenangan Balai Pengelolan DAS (BPDAS) Benain Noelmina Kupang. Selain itu, terdapat pula forum multi pihak yang turut terlibat dan berkepentingan di dalam pengelolaan DAS Benain dan DAS Noelmina, yakni Forum DAS NTT. Forum tersebut merupakan wadah koordinasi Pengelolaan DAS, yaitu organisasi para pemangku kepentingan yang terkoordinasi dan dilegalisasi oleh Presiden, gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya. BPDAS Benain Noelmina sendiri mengelola sejumlah 1.227 DAS dengan wilayah kerja di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Masalah DAS tidak dapat dipisahkan dari faktor utama penghambat dalam pengelolaan ekosistem perairan. Hambatan utama ini adalah masalah yang kompleks dalam pengelolaan DAS. Terdapat banyak sekali aspek permasahalan dalam pengelolaan DAS. Selain masalah biofisik, juga terdapat masalah sosial (budaya, kelembagaan, penegakkan hukum, kesehatan masyarakat dll.) dan masalah ekonomi. Kompleks dan rumitnya pengelolaan DAS ini membutuhkan pemecahan masalah dimana salah satunya adalah pendekatan Perencanaan Hijau (Green Planning). Pendekatan perencanaan ini tentu saja membutuhkan landasan berfikir yang sesuai dengan kompleks dan rumitnya permasalahan terkait pengelolaan DAS. Keterpaduan dalam perencanaan merupakan bagian dari langkah untuk mencapai keberlanjutan DAS sebagai satu-kesatuan ekosistem.

Dalam menghadapi dampak perubahan iklim, Saat ini World Agroforestry (ICRAF Indoneisa) bersama dengan Global Affairs Canada (GAC) sedang melaksanakan kegiatan Sustainable Landscapes for Climate-Resilient Livelihoods in Indonesia (Land4Lives). Tujuan proyek iniadalah untuk memperkuat kapasitas komunitas rentan, termasuk didalamnya perempuan dan anak-anak perempuan, untuk dapat melakukan upaya mitigasi, meningkatkan ketahanan, sekaligus beradaptasi dengan dampak buruk dari perubahan iklim, melalui partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan lingkungan dan komunitas. Land4Lives sedang diimplementasikan di Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Saat ini ICRAF bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi NTT, BPDAS Benain Noelmina dan Forum DAS Nusa Tenggara Timur menyusun Rencana Pengelolaan DAS (RPDAS) Terpadu Benain dan Noelmina sebagai upaya terpadu dalam pengelolaan sumberdaya alam yang meliputi tindakan pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan DAS berazaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang berkelanjutan.

Ringkasan Teknis


Rilis Pers


Cegah kerusakan lebih lanjut, RPDAST anjurkan lindungi hutan di kawasan sungai Benain dan Noelmina

Lebih dari 100 ribu hektar ekosistem alami di daerah aliran sungai (DAS) Benain dan Noelmina perlu dilindungi dan dipertahankan untuk menurunkan risiko bencana  seperti banjir, longsor, dan kekeringan. Demikian salah satu rekomendasi dalam Rencana Pengelolaan DAS Terpadu (RPDAST) termutakhir yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Provinsi NTT.

Dokumen tersebut, yang sedang dalam proses pengesahan oleh gubernur, menganjurkan perlindungan ekosistem alami di kawasan DAS Benain dan Noelmina seluas 108.107 ha. Sementara 50.283 ha direkomendasikan untuk berbagai intervensi seperti penghijauan, penguat tebing, dan agroforestri. RPDAST juga menyarankan upaya-upaya konservasi tanah dan air dan penampungan air hujan (embung) di tingkat desa.

Benain dan Noelmina adalah dua DAS terbesar di NTT. DAS Benain, dengan luas 327.515 ha, mencakup empat kabupaten: Malaka, Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), dan Belu. Sedangkan DAS Noelmina, luasnya 189.610 ha, meliputi Kabupaten Kupang dan TTS. Kedua DAS ini dihuni oleh 800 ribu  penduduk,  sebagian besar adalah petani, yang sangat bergantung pada sumber daya lahan dan air untuk penghidupan sehari-hari.

Sebanyak 152.372 ha, atau hampir separuh, lahan di DAS Benain masuk kategori kritis. Kondisi yang sama dialami oleh 117.558 ha, atau 62%, lahan di DAS Noelmina. Kondisi kritis ini menurunkan daya dukung lingkungan yang diberikan oleh DAS, utamanya menyimpan air hujan dan menjaga ketersediaan air tanah. Hal ini menurunkan produktivitas pertanian dan meningkatkan kerawanan akan bencana hidrometeorologi, yang ujungnya berdampak pada kerentanan ekonomi masyarakat.

Kondisi DAS yang tidak sehat dapat melemahkan kemampuan adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim. Di hadapan tantangan perubahan iklim, yang meningkatkan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem, pemulihan DAS menjadi salah satu agenda mendesak untuk provinsi NTT.

Intervensi RPDAST

Guna menghadapi perubahan iklim serta mendorong pengelolaan DAS yang baik, Bapperida Provinsi NTT memutakhirkan RPDAST Benain dan Noelmina. Bapperida menggandeng Balai Pengelolaan DAS (BPDAS), Forum DAS NTT, dan ICRAF Indonesia untuk merumuskan RPDAST Benain 2025 – 2040 dan RPDAST Noelmina 2027 – 2042. Kerja sama ini merupakan bagian dari kegiatan riset-aksi Land4Lives yang didukung oleh Pemerintah Kanada.

Proses monitoring dan evaluasi RPDAST sebelumnya (2010-2025) mengindikasikan bahwa dokumen tersebut belum mencapai tujuannya. Banyak program yang dirancang belum menghasilkan dampak signifikan, terutama dalam meningkatkan kapasitas penyangga DAS.

Kajian hidrologi yang dilakukan oleh ICRAF mengonfirmasi kondisi kritis DAS Benain dan Noelmina. Pemodelan SWAT (Soil Water Assessment Tools) menemukan bahwa selama 10 tahun terakhir, terjadi peningkatan limpasan permukaan serta penurunan evapotranspirasi dan aliran dasar (base flow). Ini berarti kebanyakan air yang jatuh di DAS mengalir di permukaan alih-alih terserap ke dalam tanah.

“Secara umum, terjadi penurunan kondisi DAS yang diindikasikan dari penurunan indikator kapasitas penyangga (buffering indicator),” kata Ni’matul Khasanah, pakar pemodelan ekologi dari ICRAF Indonesia.

Selain itu, Ni’ma dan tim ICRAF juga menemukan bahwa selama 2010-2022, luas pertanian lahan kering, perkebunan kelapa, dan semak belukar di DAS Benain dan Noelmina meningkat. Sementara luas hutan primer, hutan tanaman cemara, jati monokultur, dan sawah menurun.

Berdasarkan kajian tersebut, BPDAS, Forum DAS, dan ICRAF merumuskan delapan opsi skenario perbaikan pengelolaan DAS. Skenario pertama adalah tidak ada intervensi alias business as usual (BAU). Skenario kedua, reboisasi dan penghijauan melalui intensifikasi agroforestri di kawasan hutan dan non-hutan. Skenario ketiga, reboisasi intensif di kawasan hutan. Skenario keempat sampai delapan adalah kombinasi dan modifikasi dari tiga skenario tersebut, termasuk penambahan upaya konservasi tanah dan air (KTA) dan perlindungan ekosistem alami.

Hasil proyeksi menunjukkan, baik di DAS Benain maupun Noelmina, intervensi-intervensi yang ditawarkan dalam skenario dua hingga delapan mampu meningkatkan kapasitas penyangga DAS dibandingkan skenario BAU. Di Benain, potensi peningkatannya 4 sampai 18%. Sedangkan di Noelmina, 7 sampai 17%.

Lebih dari itu, skenario Business as Usual (BAU) menunjukkan penurunan kapasitas penyangga di DAS Benain maupun Noelmina, yang mengindikasikan bahwa tanpa intervensi atau perubahan dalam pengelolaan, kondisi kapasitas penyangga kedua DAS tersebut akan memburuk dibandingkan data historis.

Petakan intervensi

Tidak hanya memberi saran intervensi, RPDAST juga memetakan lokasi intervensi-intervensi tersebut. Total area intervensi yang direkomendasikan di DAS Benain dan Noelmina seluas 50.283 ha: 21.314 ha untuk reboisasi, 1.248 ha untuk penguat tebing, 15.617 untuk agroforestri hutan rakyat, dan 3.785 reboisasi agroforestri (kawasan hutan).

Total area yang direkomendasikan untuk diintervensi tidak mencapai 10% dari total luas DAS Benain dan Noelmina. Ini berarti, intervensi di area yang relatif kecil itu bisa menghasilkan manfaat yang besar; sementara sekitar 100.000 ekosistem alami di kedua DAS tersebut terus dijaga.

RPDAST juga memetakan lokasi rekomendasi pemasangan embung untuk menampung air hujan, agar bisa digunakan masyarakat secara kolektif di musim kering. Total ada 156 embung ukuran kecil (10.000 m3), sedang (50.000 m3), dan besar (100.000 m3) yang direkomendasikan untuk dipasang di DAS Benain, dan 62 di DAS Noelmina.

RPDAST tidak hanya memperhatikan aspek lingkungan hidup, tapi juga penghidupan masyarakat. Dokumen ini menyarankan upaya untuk memanfaatkan sumber daya alam di DAS Benain dan Noelmina secara optimal guna mendukung pertanian, perikanan, pariwisata, serta aktivitas ekonomi lainnya yang ramah lingkungan. Praktik yang disebut “ekonomi hijau ini” memastikan ekonomi tumbuh dan lingkungan terjaga.

Agroforestri menjadi salah satu praktik yang direkomendasikan RPDAST untuk menguatkan penghidupan masyarakat. Sistem yang memadupadankan tanaman pertanian, atau peternakan, dengan pepohonan, agroforestri memberikan petani pendapatan tambahan sekaligus merupakan upaya penghijauan.

Praktik-praktik kearifan lokal, seperti “Mamar” yang telah terbukti menjaga keseimbangan ekosistem, juga direkomendasikan.

Diarusutamakan ke perencanaan daerah

Peneliti ICRAF Ni’matul Khasanah mengatakan, tim penyusun RPDAST berharap dokumen ini tidak sekadar menjadi dokumen, tapi benar-benar diimplementasikan. Oleh karena itu, rekomendasi-rekomendasi dalam RPDAST akan diarusutamakan ke dalam berbagai perencanaan daerah, seperti RPJMD dan RPJPD.

Dan mengingat DAS sering kali meliputi lebih dari satu wilayah administrasi, jasa lingkungannya juga dinikmati oleh banyak pihak, pengelolaan DAS perlu dilakukan secara terpadu, multipihak, lintas wilayah, dan lintas sektoral.

“Tidak hanya pemerintah, RPDAST juga mendorong semua lapisan masyarakat, termasuk perempuan dan kelompok marjinal, untuk ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan kegiatan pengelolaan DAS,” ujarnya.

Ni’ma menambahkan, dengan melaksanakan berbagai rekomendasi dalam RPDAST, pemerintah provinsi/kabupaten juga berpotensi mengembangkan skema pembayaran jasa lingkungan dengan bekerja sama dengan sektor swasta atau donor lainnya. Dengan skema ini, tidak semua upaya pengelolaan DAS harus menggunakan APBN atau APBD.

Di sisi lain, penerapan skema ini juga dapat menjadi strategi untuk meningkatkan insentif bagi masyarakat dan sektor swasta dalam mendukung konservasi DAS.

“Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan keberlanjutan pengelolaan DAS Benain dan Noelmina,” kata Ni’ma.