Perubahan iklim dan degradasi lingkungan di Indonesia telah memberikan dampak signifikan pada jutaan orang yang bergantung pada ekosistem alami untuk mata pencaharian dan ketahanan pangan mereka. Perubahan iklim diproyeksikan akan mengurangi produktivitas pertanian dan mempengaruhi petani yang mengandalkan tanaman subsisten dan komersial. Dalam Rancangan akhir RPJPN 2025-2045, perubahan iklim diidentifikasi sebagai salah satu tantangan utama Indonesia dalam dua dekade mendatang, dengan potensi kerugian ekonomi mencapai Rp544 triliun selama 2020-2024, dan diperkirakan akan meningkat tanpa adanya ketahanan ekologi yang memadai. Untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, transformasi ketahanan sosial, budaya, dan ekologi menjadi langkah penting yang mencakup pencapaian lingkungan hidup berkualitas, ketahanan energi, air, pangan, serta resilien terhadap bencana dan perubahan iklim. Indonesia juga berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% (dengan usaha sendiri) dan 41% (dengan dukungan internasional) pada tahun 2030, serta menetapkan LTS-LCCR 2050 untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Saat ini, ICRAF, dengan dukungan Global Affairs Canada, melaksanakan program "Sustainable Landscapes for Climate-Resilient Livelihoods in Indonesia" atau Land4Lives (#LahanuntukKehidupan), yang mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan ketahanan iklim dan dilaksanakan di bawah arahan Direktorat Pangan dan Pertanian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Program ini bekerja sama dengan pemerintah daerah di Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur, dengan fokus pada tiga level: desa, lanskap, dan provinsi. Di level desa, Land4Lives menguatkan ketahanan pangan dan penghidupan masyarakat; di level lanskap, mengelola bentang lahan secara berkelanjutan dengan melibatkan berbagai pihak; dan di level provinsi, mendukung kebijakan serta perencanaan pembangunan yang mempertimbangkan daya dukung lingkungan.
Di Sulawesi Selatan, dokumen penting seperti roadmap dan masterplan pertumbuhan ekonomi hijau, RPJPD 2025-2045, serta rencana pengelolaan daerah aliran sungai (RPDAS) sedang disusun. Memasuki tahun keempat, Land4Lives telah mencapai banyak kemajuan. ICRAF Indonesia dan Bappenas akan mengadakan Ekspose Nasional Land4Lives bertajuk “Bentang Lahan Lestari untuk Masyarakat Tangguh Iklim” pada Kamis, 8 Agustus 2024. Ekspose ini bertujuan untuk menyebarluaskan pelajaran dari kegiatan Land4Lives di Sulawesi Selatan, mengumpulkan masukan dari pembuat kebijakan, akademisi, dan masyarakat sipil, serta membuka ruang kerja sama dengan lembaga pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan mitra pembangunan.
Makassar – PLH Kepala Bappelitbangda Sulawesi Selatan Andi Bakti Haruni mengapresiasi hasil kerja sama Pemda Sulsel dengan ICRAF Indonesia melalui kegiatan riset-aksi Land4Lives.
Hal itu dia sampaikan ketika membuka acara Ekspose Land4Lives Sulawesi Selatan, Kamis (08/08) di Makassar.
Andi mengatakan, kegiatan-kegiatan kolaborasi Pemda Sulsel dengan Land4Lives sejalan dengan visi jangka panjang Sulawesi Selatan. “Minimal ini juga menjadi catatan kami, menjadi etape pembangunan untuk membangun Sulawesi Emas,” ungkapnya.
Land4Lives adalah kegiatan riset-aksi yang dilaksanakan oleh ICRAF Indonesia, bekerja sama dengan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada (GAC). Kegiatan ini dilaksanakan ICRAF di bawah arahan Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas.
Land4Lives bertujuan meningkatkan ketahanan pangan dan penghidupan masyarakat rentan di Indonesia, terutama perempuan, dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Pelaksanaan Land4Lives bekerja sama dengan pemerintah daerah di Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur, dengan lokus kegiatan di tingkat desa, lanskap (kabupaten), dan provinsi.
Muhammad Syahrir, Provincial Coordinator ICRAF Indonesia di Sulawesi Selatan menjelaskan bahwa Ekspose di Makassar merupakan ajang untuk menyebarluaskan pelajaran dari kegiatan-kegiatan Land4Lives yang telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun.
“Sekaligus mengumpulkan masukan dari para pemangku kebijakan, akademisi, dan masyarakat sipil,” ujarnya.
Hari Basuki, perwakilan dari Global Affairs Canada (GAC) yang juga hadir dalam Ekspose di Makassar menjelaskan bahwa isu perubahan iklim merupakan hal penting yang menjadi perhatian Pemerintah Kanada.
Pemerintah Kanada, kata Hari, memahami bahwa wilayah Indo-Pasifik sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, misalnya kenaikan permukaan laut, peristiwa cuaca ekstrem, dan kerusakan keanekaragaman hayati. "Karena itu Kanada mendukung inisiatif-inisiatif untuk mengatasi dampak perubahan iklim," ujarnya.
Pendekatan Land4Lives
Dalam pidato kunci, Syahrir menjelaskan pendekatan Land4Lives. Kegiatan riset-aksi ini, kata Syahrir, tidak hanya membangun ketahanan iklim di tingkat desa melalui pertanian cerdas iklim, kelompok usaha, pangan lokal tapi juga di tingkat bentang lahan dengan mendukung pengelolaan daerah aliran sungai, pengelolaan hutan, dan pembiayaan inovatif.
Land4Lives juga mendorong peningkatan kapasitas tata kelola dan institusi untuk melindungi dan menyediakan jasa lingkungan serta keanekaragaman hayati, imbuh Syahrir.
Di Sulawesi Selatan, lokus kegiatan Land4Lives berada di Kabupaten Bone yang termasuk wilayah daerah aliran sungai (DAS) Billa Walanae. "Kawasan ini telah mengalami permasalahan ekologis di area yang terdegradasi, perubahan pola hujan dan permasalahan lingkungan lainnya akibat perubahan iklim. Dan ini berdampak pada masyarakat yang hidup di kawasan tersebut," ungkap Syahrir.
Kepala Bidang Ekonomi dan SDA Bappelitbangda Sulawesi Selatan, Inyo menjabarkan bahwa visi Sulawesi Selatan dalam 20 tahun ke depan adalah Sulsel mandiri, maju, dan berkelanjutan dalam ekosistem ekonomi hijau dan biru.
Visi tersebut punya lima indikator, kata Inyo, yaitu peningkatan pendapatan per kapita, pengentasan kemiskinan dan ketimpangan, peningkatan daya saing daerah, peningkatan daya saing SDM, penurunan intensitas emisi gas rumah kaca (GRK).
Dia juga menjabarkan bahwa isu-isu terkait perubahan iklim telah masuk sebagai indikator dalam rancangan awal (Ranwal) RPJPD Provinsi Sulsel. Indikator tersebut antara lain indeks ekonomi hijau, indeks pengelolaan keanekaragaman hayati, indeks kualitas lingkungan hidup, dan persentase penurunan emisi GRK secara kumulatif dan tahunan.
"Untuk mewujudkan visi Sulsel 2025-2045 ini, membutuhkan kerja sama multipihak,” tandas Inyo.
Video:
Video:
Video:
Video:
Video:
Video:
Video:
Video Rekaman: