Pangan lokal tidak hanya bagian dari identitas budaya, tetapi juga berperan penting dalam adaptasi perubahan iklim. Didefinisikan sebagai pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal, pangan lokal sudah beradaptasi dengan cuaca dan kondisi iklim di daerahnya sehingga lebih tahan terhadap iklim. Di tengah gangguan perubahan iklim pada produksi pangan, pangan lokal hadir sebagai pilihan yang lebih dekat serta lebih mudah diakses – dengan kesegaran, keragaman, dan kandungan gizi yang tidak kalah dari pangan-pangan impor. Selain itu, pangan lokal juga dapat mendorong perekonomian daerah dan memperkuat komunitas.
Mempromosikan pangan lokal dalam rangka menguatkan ketahanan pangan di hadapan tantangan perubahan iklim merupakan bagian penting dari riset-aksi Land4Lives, alias Lahan untuk Kehidupan, yang dilaksanakan oleh ICRAF Indonesia dengan sokongan dari pemerintah Kanada. Kegiatan Land4Lives berlangsung di tiga provinsi dan meliputi empat kabupaten – Nusa Tenggara Timur (Kab. TTS), Sulawesi Selatan (Kab. Bone), dan Sumatera Selatan (Kab. Banyuasin dan Musi Banyuasin) – dengan cakupan 36 desa. Secara garis besar, Land4Lives menggunakan tiga pendekatan untuk tujuan ini:
1. Kebun dapur
Inisiatif kebun dapur bertujuan meningkatkan ketersediaan dan akses pangan bagi warga desa, sekaligus menyediakan ruang bagi pengembangan pangan lokal. Land4Lives bekerja sama dengan masyarakat di desa-desa percontohan untuk membangun kebun dapur komunal, yang kemudian menginspirasi banyak warga – setelah melihat manfaatnya – membuat kebun dapur individual di pekarangan rumah mereka.
Hingga saat ini, telah dibangun 81 kebun dapur komunal yang melibatkan 1.662 keluarga. Sebanyak 771 keluarga telah mengadopsi kebun dapur di pekarangan rumah, dan 769 keluarga telah mendapatkan manfaat nyata dari panen dan hasil benih kebun tersebut.
Di iklim kering seperti di NTT, membuat kebun dapur ini cukup menantang; sehingga cerita tentang pertanian cerdas iklim juga tidak terpisahkan. Tantangan terbesar dari aspek budi daya di kebun belajar ini terutama berada pada ketersediaan air dan kondisi tanah yang dipengaruhi oleh iklim kering NTT, sehingga kami upayakan bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan kelompok seperti perbaikan akses ke mata air, perbaikan struktur tanah, penyesuaian jenis-jenis tanaman yang dibudidaya dengan kondisi musim, dan lain-lain.
Kebun-kebun komunal yang dianggap berhasil, serta melahirkan petani-petani terampil, telah menjadi lokasi belajar yang bisa dikunjungi oleh orang lain melalui wadah Tapak Percontohan Pertanian Cerdas Iklim.
2. Edukasi pola pangan sehat yang berpusat pada konsumsi pangan lokal
ICRAF Indonesia bekerja sama dengan berbagai komunitas, seperti kelompok perempuan gereja, Dasawisma/PKK, Posyandu, GAPOKTAN, dan Kelompok Wanita Tani (KWT) untuk menyebarluaskan panduan Pangan sehat B2SA (Beragam,Bergizi, Seimbang dan Aman) yang dikeluarkan Bapanas serta Isi Piringku (Kementerian Kesehatan) yang telah disesuaikan dengan konteks lokal.
Kegiatan edukasi dilaksanakan melalui permainan edukatif dan diskusi kelompok terpumpun (FGD) untuk menggali hambatan adopsi dan mencari solusi bersama. Materi yang disampaikan terkait pemanfaatan atau konsumsi pangan yang baik, mencakup pentingnya keberagaman konsumsi, pengenalan pangan lokal bergizi, konsumsi gula-garam-lemak yang sehat, meningkatkan gizi pada anak dan remaja, teknik memasak yang mempertahankan kandungan gizi, serta aspek keamanan pangan.
Saat ini edukasi telah mencapai lebih dari 1.200 keluarga dan sekitar 1.000 keluarga menunjukkan peningkatan pengetahuan gizi, dan setidaknya 600 keluarga mulai menerapkan pola makan sehat di rumahnya.
3. Dukungan bagi program-program pangan pemerintah daerah
ICRAF Indonesia, melalui Land4Lives, mendukung pelaksanaan program-program ketahanan pangan pemerintah daerah dengan memperkuat kapasitas pelaksana program, bersama-sama mengembangkan materi pendukung pembelajaran, serta memfasilitasi proses pembelajaran yang implementatif. Bentuk kerja sama ini antara lain:
1. Kurikulum muatan lokal (mulok) untuk tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK, merupakan buah kerja sama dengan dinas pendidikan di Provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Bone, dan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Uji coba kurikulum mulok ini telah dilaksanakan di 38 sekolah dasar, 24 SMP, dan 34 SMA/SMK yang berlangsung di 19 kabupaten.
2. Inisiatif “Desa B2SA”, kerja sama dengan Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Banyuasin yang telah menjangkau 12 desa dan melibatkan lebih dari 300 petani perempuan. Dukungan yang sama akan dilakukan di Kabupateni Bone dan TTS yang secara keseluruhan mencakup 40 desa. Saat ini, kerja sama sedang dirintis di Kabupaten Bone dan Timor Tengah Selatan dan Musi Banyuasin melibatkan dinas pelaksana program Ketahanan Pangan: Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pemberdayaan Perempuan, dan Dinas Kesehatan.
Banyak informasi dan pengetahuan tentang pangan lokal disampaikan lewat lisan secara turun-temurun. Agar informasi dan pengetahuan ini tidak punah di era internet, ICRAF Indonesia melalui Land4Lives merangkul orang-orang yang peduli dengan pangan lokal di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan, kemudian menginisiasi komunitas WikiPangan.
WikiPangan adalah inisiatif untuk membangun sistem pengetahuan tentang pangan lokal secara partisipatif. Bentuk Wiki secara khusus dipilih untuk tujuan tersebut. Saat ini, lebih dari 200 informasi tentang pangan lokal telah terkumpul di WikiPangan.id. Informasi di WikiPangan.id mencakup:
Selain terus memperkaya informasi di Wikipangan.id, komunitas WikiPangan juga aktif mengumpulkan dan memperbaharui informasi tentang pangan lokal serta berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pangan lokal melalui berbagai kampanye kreatif.
Sebagai lembaga riset agroforestri yang telah aktif di Indonesia sejak 1993, pendekatan ICRAF pada persoalan ketahanan pangan dilandasi oleh bukti ilmiah. Dalam kasus ini, ICRAF melakukan kajian dari hasil survei untuk memahami keterkaitan antara ketahanan pangan dan tingkat aksesibilitas geografis.
Temuan utama menunjukkan bahwa di desa dengan aksesibilitas rendah, seperti wilayah terpencil, tingkat gizi buruk dan ketahanan pangan rendah cukup tinggi. Produksi pangan rumah tangga menjadi faktor penting, sehingga intervensi yang direkomendasikan meliputi pengembangan kebun dapur dan praktik pertanian rendah input.
Di desa dengan aksesibilitas sedang, status gizi erat kaitannya dengan pengetahuan gizi dan proporsi pengeluaran untuk pangan. Maka, edukasi gizi dan upaya mengurangi ketergantungan pada pangan pasar menjadi strategi utama.
Sementara di desa dengan aksesibilitas tinggi, yang umumnya berada di wilayah peri -urban, kasus obesitas meningkat sementara tidak ditemukan gizi kurang. Tidak ada satu faktor dominan yang memengaruhi status gizi, sehingga intervensi diarahkan pada perubahan perilaku konsumsi dan integrasi kampanye gizi seperti Isi Piringku.
Sedangkan untuk masyarakat di wilayah urban, pendekatan diarahkan pada peningkatan pengetahuan dengan sistem berbasis internet seperti WikiPangan.
Artikel ditulis oleh Pijar Anugerah, Betha Lusiana, dan Dikdik Permadi.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi:
- Cerita kebun dapur menjadi solusi kebutuhan gizi keluarga
- Dari dapur kartini ke ladang TTS
Video
Publikasi