Kurikulum muatan lokal (mulok) Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur siap untuk diluncurkan, setelah diuji coba selama satu semester di 30 sekolah dengan hasil yang memuaskan.
Peluncuran mulok Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim akan menjadi momen bersejarah bagi Kabupaten TTS, karena ini adalah mulok pertama di provinsi NTT yang khusus mengajarkan tentang pangan lokal. Peluncuran akan dilakukan oleh Wakil Bupati Timor Tengah Selatan Johny Army Konay di Aula Gunung Mutis, Kantor Bupati TTS pada Rabu, 11 Juni 2025.
Pengembangan kurikulum mulok pangan lokal diinisiasi oleh tim pengembang yang dibentuk oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten TTS, bekerja sama dengan CIFOR-ICRAF Indonesia dalam riset-aksi Land4Lives, yang didukung oleh pemerintah Kanada. Prosesnya yang berlangsung sejak Maret 2024 telah menghasilkan kurikulum serta bahan ajar untuk guru yang mencakup empat elemen: eksplorasi sumber pangan lokal, budidaya pangan lokal, pengolahan pangan lokal, dan penyajiannya.
Kurikulum mulok Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim telah diuji coba di 20 SD dan 10 SMP di Kabupaten TTS dari bulan Agustus sampai Desember 2024. Hasil monitoring dan evaluasi uji coba menunjukkan bahwa mulok ini berhasil meningkatkan pengetahuan siswa SD dan SMP tentang pangan lokal. Mulok pangan lokal juga mendorong beberapa sekolah untuk mendirikan kebun dapur yang dikelola bersama-sama oleh guru dan siswa dengan praktik-praktik pertanian cerdas iklim.
Dasar pengembangan kurikulum mulok pangan lokal
Didefinisikan sebagai pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal, pangan lokal adalah bagian dari identitas dan budaya suatu masyarakat. Tak hanya itu, di tengah perubahan iklim, pangan lokal punya peran penting dalam ketahanan pangan.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013 menyatakan bahwa kearifan lokal yang dimiliki setiap daerah menjadi dasar penting dalam pengembangan kurikulum muatan lokal (Mulok) di sekolah-sekolah.
Lebih lanjut, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Potensi Sumber Daya Lokal menyatakan pentingnya peningkatan pengetahuan, kesadaran, dan sikap mengenai konsumsi pangan yang Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA). Hal ini diwujudkan melalui edukasi di sekolah dan integrasi materi penganekaragaman pangan ke dalam kurikulum pada jenjang pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah, yang diselaraskan dengan dokumen perencanaan daerah.
Dalam Kurikulum Merdeka, edukasi pangan lokal untuk ketahanan iklim dapat diterapkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, terintegrasi dalam mata pelajaran lain, atau menjadi bagian dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Tema P5 yang relevan ialah "Gaya Hidup Berkelanjutan" dan "Kearifan Lokal".
Dengan demikian, integrasi ini diyakini menjadi cara yang tepat dan efektif untuk melestarikan pengetahuan tentang pangan lokal, melakukan mitigasi perubahan iklim, serta menanamkan nilai-nilai keberlanjutan kepada generasi muda sejak dini.
Pengembangan Kurikulum dan Implementasi
Pada Lokakarya Peningkatan Kapasitas dan Pengarusutamaan Kurikulum Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim sebagai Materi Muatan Lokal (Mulok), disepakati bahwa Mulok Pangan Lokal akan berdiri sendiri sebagai satu mata pelajaran. Dalam lokakarya tersebut, tim pengembang kurikulum menyepakati elemen-elemen kurikulum, capaian pembelajaran, dan tujuan pembelajaran.
Dari dua kali rapat kerja yang telah dilakukan, telah dihasilkan dokumen kurikulum, Alur Tujuan Pembelajaran (ATP), modul ajar, draf buku bahan ajar, serta daftar bahan ajar pendukung lainnya untuk Mulok Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim. Kurikulum ini telah diuji coba di 20 Sekolah Dasar (SD) dan 10 Sekolah Menengah Pertama (SMP), sehingga total 30 sekolah percontohan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), sebelum diterapkan di seluruh SD dan SMP di kabupaten tersebut.
Kurikulum dan bahan ajar juga telah melalui proses uji pakar dari para ahli di bidang pendidikan, kebudayaan, serta pangan dan gizi. Masukan dari para pakar digunakan untuk menyempurnakan materi yang akan diterapkan pada Fase C (kelas V dan VI SD) dan Fase D (kelas VII, VIII, dan IX SMP). Hasilnya adalah kurikulum dan bahan ajar yang komprehensif dan siap diimplementasikan di 503 Sekolah Dasar dan 147 Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Timor Tengah Selatan pada tahun ajaran 2025/2026.
Waktu | Mata Acara | Narasumber |
09.00 - 10.00 WITA | Sambutan dan Pembukaan: 1. Direktur ICRAF Indonesia 2. Global Affairs Canada (GAC) 3. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten TTS 4. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah 5. Bupati dan/atau Wakil Bupati Kabupaten TTS | Narasumber: 1. Andree Ekadinata 2. Mr. Kevin Tokkar 3. Musa Benu, SH. 4. Dr. Laksmi Dewi 5. Eduard Marcus Lioe, S. IP., SH, MH / Johny Army Konay, SH, MH |
10.00 - 10.20 WITA | Peluncuran mulok pangan lokal untuk ketahanan iklim Kabupaten TTS | |
10.40 - 10.50 WITA | Pengantar tentang Potensi Pangan Lokal di NTT | Direktur Penganekaragaman Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Rinna Syawal, S.P., M.P. |
10.50 - 11.00 WITA | Pengantar Mulok Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim | Balgies Devi Fortuna |
11.00 - 12.00 WITA | Pengenalan kurikulum dan buku bahan ajar: 1. Pengenalan Tujuan Mata Pelajaran, Capaian Pembelajaran, dan Tujuan pembelajaran 2. Pengenalan Buku Bahan Ajar | MC: Arizka Mufida Narasumber: 1. M. Golkar Ariefuddin 2. Imelda Kefi |
13.25 - 14.30 WITA | Peningkatan Kapasitas Guru: Berbagi pengalaman dari SD dan SMP | Moderator: Pijar Anugerah 1. SMPN 1 Amanuban Tengah 2. SDN 1 Bilua Tim Pengembang: Erwina Telnoni |
14.30 - 15.30 WITA | Games interaktif (luring): 1. B2SA (pengelompokan pangan) 2. Membuat desain kebun sekolah (dengan konsep agroforestry board dengan 5 kelompok pangan) | Tim Pengembang Mulok Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim |
15.30 - 16.00 WITA | Wrap up dan penutupan |