Proyek Land4Lives saat ini telah menyelesaikan implementasi tahun ke-2 (Maret 2022-Maret 2023) dan tahun ke-3 (April 2023-Maret 2024), yang menunjukkan berbagai pencapaian positif. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diadakan Rapat Komite Penasehat Teknis Land4Lives dan Ekspose Nasional Land4Lives dengan tajuk "Menuju Bentang Lahan Lestari untuk Masyarakat Tangguh Iklim". Rapat Komite Penasehat Teknis Land4Lives bertujuan untuk membahas perkembangan implementasi proyek tahun ke-2 dan ke-3 serta rencana implementasi proyek Land4Lives tahun ke-4 (April 2024 – Maret 2025). Ekspose Nasional Land4Lives diadakan untuk menyebarluaskan pelajaran yang didapatkan dari berbagai kegiatan Land4Lives hingga tahun ketiga, dalam rangka memaksimalkan dampak proyek, mengumpulkan masukan dan arahan dari pembuat kebijakan, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil untuk proyek Land4Lives, serta membuka ruang untuk kerja sama dengan lembaga pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan mitra pembangunan lainnya.
Acara ekspose nasional diadakan secara daring dan luring, pada tanggal 26 Juni 2024.
Jakarta, 26 Juni 2024 – Strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, terutama yang terkait dengan ketahanan pangan dan penghidupan, tidak cukup hanya dilakukan di level tapak. Perlu penguatan dalam pengelolaan bentang lahan (lanskap) serta dukungan kebijakan dan perencanaan pembangunan lintas sektor.
Demikian pesan dari Direktur Pangan dan Pertanian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Jarot Indarto, Rabu (26/06), dalam Ekspose Nasional Land4Lives bertajuk “Mewujudkan Bentang Lahan Lestari untuk Masyarakat Tangguh Iklim” di Hotel Fairmont, Jakarta.
“Perubahan iklim berdampak nyata pada ketahanan pangan dan penghidupan masyarakat. Kita telah dan akan terus melakukan dan menyiapkan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi terhadap tantangan besar tersebut. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi dan komitmen yang terpadu dan kuat lintas pihak, lintas sektor dan lintas pemerintahan, dalam pengelolaan bentang lahan lestari, baik di tingkat tapak, lanskap maupun batas-batas yurisdiksi yang lebih luas,” ujar Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas.
Pendekatan multi-level digunakan dalam kegiatan riset-aksi Sustainable Landscapes for Climate-Resilient Livelihoods in Indonesia (Land4Lives). Land4Lives, alias Lahan untuk Kehidupan, dilaksanakan oleh ICRAF, the World Agroforestry di bawah arahan Direktorat Pangan dan Pertanian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dengan dukungan pendanaan dari Global Affairs Canada (GAC).
Land4Lives telah berjalan selama lebih dari tiga tahun, dan menorehkan banyak pencapaian. Ekspose Nasional menjadi ajang untuk melaporkan berbagai pencapaian Land4Lives sejauh ini, mengumpulkan masukan dari pemangku kebijakan, akademisi, dan masyarakat sipil, dan membuka ruang kolaborasi untuk kegiatan sejenis di tingkat nasional maupun daerah.
YM. Jess Dutton, Duta Besar Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste, turut hadir dalam kegiatan ekspose. Dalam pidato sambutannya, Dubes mengatakan: “Kami bangga bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan ICRAF dalam proyek Land4Lives, yang membantu petani menjadi lebih tangguh terhadap perubahan iklim, serta meningkatkan ketahanan pangan dan mata pencaharian mereka.”
“Proyek Land4Lives menunjukkan bahwa kita tidak perlu mengorbankan lingkungan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Bahkan, peluang ekonomi bisa semakin luas bila kita mengedepankan kelestarian lingkungan,” dia menambahkan. Perubahan iklim di Indonesia telah berdampak pada jutaan orang yang bergantung pada ekosistem alami untuk mata pencaharian dan ketahanan pangan mereka. Tantangan ini semakin mendesak dengan proyeksi dampak perubahan iklim terhadap produktivitas pertanian serta penghidupan petani yang menggantungkan hidup pada tanaman subsisten dan komersial.
Dalam Rancangan Akhir RPJPN 2025-2045, perubahan iklim diidentifikasi sebagai salah satu tantangan utama Indonesia selama dua dekade ke depan. Potensi kerugian ekonomi akibat perubahan iklim selama periode 2020-2024 diperkirakan mencapai Rp544 triliun dan terus meningkat jika tidak dibangun ketahanan ekologi yang memadai.
Sonya Dewi, Peneliti Utama Land4Lives sekaligus Direktur CIFOR-ICRAF Asia menjelaskan bahwa tantangan perubahan iklim pada ketahanan pangan dan penghidupan dapat diatasi dengan membangun ketangguhan (resiliensi) di level tapak, bentang lahan, dan provinsi. “Semua itu dilakukan dengan pendekatan yang ilmiah dan sensitif gender,” dia menekankan.
Land4Lives bertujuan memperkuat ketahanan pangan dan penghidupan masyarakat rentan, terutama perempuan, dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Kegiatan riset-aksi ini bekerja sama dengan pemerintah daerah di tiga provinsi, yaitu Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.
Dalam upaya membangun ketahanan iklim, Land4Lives mengadopsi pendekatan yang bekerja di tiga tingkat.
Di tingkat tapak, dengan menguatkan ketahanan pangan dan penghidupan masyarakat.
Di tingkat lanskap, dengan mendorong pengelolaan bentang lahan yang berkelanjutan dengan melibatkan multipihak.
Di level provinsi, dengan mendukung kebijakan dan perencanaan pembangunan agar pertumbuhan ekonomi mempertimbangkan daya dukung lingkungan.
Lebih lanjut Sonya menjelaskan, Land4Lives juga dirancang untuk membantu Indonesia memenuhi komitmen nasional untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Salah satunya adalah Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 32% dengan usaha sendiri dan 43% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Selain itu, Indonesia menetapkan LTS-LCCR 2050 (Strategi Jangka Panjang untuk Ketahanan Iklim dan Rendah Karbon) yang mencakup kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta restorasi lahan dan kawasan gambut.
Asirah Rasyid, anggota kelompok belajar petani di Desa Turu Adae, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan mengatakan banyak kegiatan yang telah ia ikuti bersama Land4Lives di desanya. Di antara kegiatan itu adalah mendirikan rumah bibit, mengadakan pelatihan tentang pertanian cerdas iklim, dan membuat kebun dapur untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
Menurut Asirah, rangkaian pelatihan yang diberikan Land4Lives telah kembali meningkatkan minat masyarakat untuk menanam kakao. Sebelumnya, karena produktivitas kakao turun, banyak masyarakat hanya menanam jagung (monokultur). “Sekarang masyarakat mulai buat kebun campur sehingga lebih tahan perubahan iklim,” ungkapnya.
Yanti Nomnafa, anggota kelompok petani kebun dapur di Desa Neke, NTT juga melaporkan perubahan cara petani di desanya mengelola lahan setelah mengikuti kegiatan Land4Lives.
“Kalau dahulu kami menunggu musim hujan saja untuk menanam jagung, sekarang tidak lagi. Setelah jagung dipanen, lahan tersebut di tanami dengan berbagai macam sayuran atau kebun dapur,” ungkapnya. “Kebun dapur ini sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan selanjutnya untuk membantu perekonomian keluarga.”
Mengingat Land4Lives masih akan berlanjut hingga setidaknya 2025, Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas Jarot Indarto menekankan pentingnya kerja sama yang kuat antara pemerintah, akademisi, masyarakat sipil, dan mitra internasional untuk menyukseskan kegiatan ini.
“Pemerintah mengharapkan program Land4Lives ini mampu memberikan kontribusi nyata dan menjembatani berbagai pihak dan kepentingan tersebut, dalam membangun bentang alam yang lestari, bagi ketahanan pangan dan penghidupan masyarakat yang lebih baik,” pungkasnya.
Versi Bahasa Inggris dapat diunduh di sini:
Video:
Video:
Video:
Video:
Unduh Presentasi: Sustainable Landscapes for Climate-Resilient Livelihoods in Indonesia
Video:
Moderator:
Pembicara:
Video: