Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) TTS berkomitmen untuk mengembangkan Sekolah Perempuan sejak 2021. Sekolah Perempuan merupakan bentuk penguatan peran perempuan dalam pembangunan dan menjadi wadah penting dalam memberikan edukasi khususnya pada perempuan agar dapat memahami hak-haknya serta diharapkan dapat berkontribusi sebagai agen perubahan dalam masyarakat.
Sejalan dengan komitmen tersebut, pada 13 – 15 Agustus 2024 diselenggarakan Pelatihan Fasilitator Desa untuk Sekolah Perempuan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), kolaborasi bersama antara DP3A TTS dan ICRAF Indonesia melalui program Land4Lives. Pelatihan dibuka secara resmi oleh Bapak Denny Nubatonis (Asisten 1 Setda Pemkab TTS) dan diikuti oleh 17 peserta (13 perempuan, 4 laki-laki) yang berasal dari enam desa yaitu Desa Taneotob, Bijaepunu, Oeekam, Falas, Lelobatan, dan Hoi. Pelatihan ini adalah gelombang pertama dari tiga gelombang pelatihan yang akan diadakan, melibatkan sekitar 25 desa di Kabupaten TTS.
Selama tiga hari, peserta diberikan bekal mengenai tema-tema penting Sekolah Perempuan, berlatih untuk terampil dalam berbicara dan bernalar, serta berlatih untuk memfasilitasi kegiatan Sekolah Perempuan. Tema-tema penting dalam Sekolah Perempuan ini mencakup tema Gender, Perubahan Iklim, Pangan dan Pertanian Cerdas Iklim, Kesehatan Masyarakat dan Pengasuhan, Politik dan Kebijakan, Ekonomi Solidaritas. Pemateri dalam pelatihan ini yaitu DP3A TTS, Dinas Kesehatan TTS, Gereja Masehi Injil di Timor (GMIT), dan ICRAF Indonesia. Pdt. Seprianus Adonis sebagai fasilitator kabupaten untuk Sekolah Perempuan memegang peran penting dalam pelatihan, untuk memastikan peserta siap menjadi fasilitator desa.
Melalui pelatihan ini, tiap peserta melakukan simulasi dan praktik untuk memfasilitasi kelas Sekolah Perempuan. Beberapa hal penting yang muncul antara lain: fasilitator desa harus menguasai materi pokok yang akan disampaikan, metode yang dilakukan misalnya diskusi kelompok, permainan, atau lainnya diharapkan dapat menggali pendapat peserta secara partisipatif, penyampaian dalam proses fasilitasi harus jelas agar peserta tidak kebingungan, fasilitator desa lebih bisa menyambungkan materi dengan situasi di desa, persiapan alat dan bahan dalam proses fasilitasi hendaknya dilakukan sebelum kegiatan kelas dimulai.
Peserta tiap desa menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) untuk 2024-2025, mencakup persiapan dan pelaksanaan Sekolah Perempuan di desa. “Pelatihan sangat bermanfaat dan kami belajar untuk bisa berbicara di depan umum secara baik juga untuk memfasilitasi kegiatan di desa”, demikian ungkap salah satu peserta pelatihan. Sesi ditutup secara resmi oleh Bapak Ardi A. Benu (Kadis DP3A TTS) dengan menekankan pentingnya tindak lanjut dari kegiatan ini dan dukungan para pihak untuk dapat memastikan Sekolah Perempuan dapat terimplementasi di lapangan.