Pelatihan Fasilitator untuk Meningkatkan Peran Ayah dalam Pangan Gizi Keluarga di Kabupaten Bone

Bone, 24 – 26 November 2025

Pelatihan dibuka oleh Wakil Bupati Kabupaten Bone, Dr. H. Andi Akmal Pasluddin, SP, MM, yang menyatakan bahwa pelatihan ini sangat penting dalam memberikan perspektif bahwa ayah dapat menjadi panutan bagi ketahanan pangan dan gizi keluarga. Beliau lebih lanjut menyatakan bahwa kebiasaan makan keluarga yang baik dapat berkontribusi dalam mengurangi angka stunting. “Kami memahami bahwa budaya Bone bersifat patriarkal, tetapi kami menyadari jika perubahan sedang terjadi dari waktu ke waktu dan kami sangat terbuka terhadap perubahan positif dalam budaya kami”, demikian disampaikan oleh Wakil Bupati dalam pembukaan pelatihan ini.

Tujuan pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas petugas penyuluh BKB (DP2KB) dan kader PUSPAGA (DP3A) dalam memfasilitasi keterlibatan ayah dalam ketahanan pangan dan gizi keluarga secara efektif, peka gender, dan sesuai dengan konteks budaya Bone; serta untuk mengumpulkan masukan dari peserta untuk revisi akhir panduan Peningkatan peran ayah dalam pangan gizi keluarga (PAPA Gizi) di Bone. Pelatihan ini dibagi menjadi dua, yaitu pelatihan untuk peserta baru pada 24-25 November 2025 dan pelatihan pada 26 November 2025 untuk peserta yang sebelumnya telah mengikuti lokakarya PAPA Gizi pada Juni 2025. Pelatihan ini diadakan di Hotel Helios Bone yang melibatkan 34 peserta baru (11 laki-laki, 23 perempuan) dan 31 peserta lama (13 laki-laki, 18 perempuan).

Sesi tentang konsep dasar gender oleh Laeli Sukmahayani (konsultan gender CIFOR) dan Ratnasari (spesialis gender ICRAF) bertujuan untuk memperkuat pemahaman peserta tentang gender dan dampak ketidaksetaraan gender pada perempuan dan laki-laki. Dengan mengidentifikasi aktivitas 24 jam untuk perempuan dan laki-laki, peserta memahami peran gender lipat tiga yang membebani perempuan sehingga laki-laki didorong untuk berbagi peran dengan perempuan untuk melakukan kerja domestik di rumah, misalnya membersihkan rumah, mencuci piring/pakaian, memasak, memandikan anak, dll.

Sudirman Nasir, PhD dari Unhas menyampaikan materi tentang peran ayah/suami dalam kesehatan ibu dan anak. Keterlibatan ayah/suami sangat penting dalam kesehatan keluarga. Ketika ayah/suami terlibat, maka akan terjadi peningkatan dalam pengasuhan anak, peningkatan pemberian ASI eksklusif, penurunan angka kematian ibu, peningkatan kesehatan mental, dan anak-anak sebagai remaja menunjukkan pertumbuhan yang baik secara fisik, sosial, kognitif, dan psikologis. Selanjutnya Yassir Arafat, M.Psi, psikolog keluarga dari Unhas, menyampaikan kaitan peran ayah dalam kesehatan psikologis ibu dan anak. Ia menjelaskan bahwa hormon kebahagiaan ibu (endorfin) selama kehamilan dipengaruhi oleh ayah. Selama persalinan dan masa pascapersalinan, suami harus hadir untuk mengamati proses kelahiran. Suami harus menemani istri mereka saat menyusui, karena istri yang stres dapat mengalami penurunan produksi ASI. Lebih lanjut, peran ayah dalam pengasuhan anak sangat penting. "Jika seorang ayah tidak dekat dengan anaknya, anak akan mudah marah, kurang percaya diri, kurang inisiatif, dan kesulitan untuk memecahkan masalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku perkelahian remaja disebabkan oleh ketidakhadiran ayah”.

Dr. Asia (Ketua PUSPAGA) menyampaikan tentang dukungan agama dan budaya di Sulawesi Selatan untuk mempromosikan peran ayah dalam ketahanan pangan. Dalam budaya Bugis, ibu yang bekerja tetap bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga. Perempuan seperti telur di ujung tanduk, sedangkan laki-laki seperti bola yang dilempar jauh ke arah gawang. Hal inilah yang menyebabkan multi beban bagi perempuan Bugis jika suami tidak membantu dalam urusan domestik. Dalam Islam, kewajiban ayah dalam keluarga dijelaskan salah satunya pada surah Al Baqarah 233 yang menyatakan bahwa kewajiban ayah adalah memberi makan dan pakaian kepada istri dan anak-anaknya sesuai kemampuannya. Ini diartikan bukan hanya peran ayah untuk mencari nafkah tapi juga dalam urusan domestik rumah tangga. 

Pada pelatihan ini, peserta berlatih mengenai prinsip-prinsip dasar konseling dan teknik komunikasi efektif dengan para ayah. Para ayah merasa sulit untuk berubah karena pengaruh budaya patriarki, sikap defensif, takut dinilai tidak kompeten, harga diri yang tinggi, dan keengganan untuk direndahkan. Oleh karena itu, prinsip utama dalam berkomunikasi dengan mereka adalah dengan tidak merendahkan tetapi mengajak, tidak menyerang maskulinitas mereka, menggunakan bahasa yang memvalidasi, dan berfokus pada manfaat yang relevan dengan peran/posisi ayah. Peserta juga melakukan simulasi untuk mempraktikkan teknik berkomunikasi dengan ayah untuk meningkatkan peran mereka dalam pengasuhan anak dan memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

Pelatihan ditutup dengan penyampaian komitmen oleh penyuluh lapangan BKB dan kader PUSPAGA. Penyuluh lapangan BKB berkomitmen untuk mengintegrasikan PAPA Gizi dalam kegiatan Komunikasi-Informasi-Pendidikan (IEC) yang menargetkan keluarga pada lokasi sesuai tugas masing-masing. Sedangkan kader PUSPAGA berkomitmaen untuk mempromosikan PAPA Gizi dan mengintegrasikannya dalam kegiatan PUSPAGA.

Dokumentasi Kegiatan