Desa Hulo

Kecamatan Kahu, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan

Desa Hulo terletak di Kecamatan Bontocani, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis, desa ini berada dalam sub-lanskap Daerah Aliran Sungai (DAS) Walanae, yang merupakan bagian dari daerah pegunungan di Sulawesi Selatan. Posisi geografis Desa Hulo menjadikannya salah satu wilayah yang memiliki lanskap perbukitan dengan ketinggian yang bervariasi. Lokasi ini tidak hanya mempengaruhi iklim lokal tetapi juga pola penggunaan lahan, serta pola penghidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam sekitar. Akses ke desa ini relatif sulit karena letaknya yang cukup terpencil, jauh dari pusat keramaian dan fasilitas umum, sehingga hal ini juga memengaruhi aksesibilitas terhadap pasar dan layanan dasar lainny

Lanskap Desa Hulo dicirikan oleh kombinasi antara lahan pertanian, hutan, dan lahan perkebunan. Wilayah perbukitan yang mendominasi desa ini menciptakan kondisi topografi yang beragam dengan lereng yang curam dan dataran tinggi yang memungkinkan berbagai jenis tanaman untuk tumbuh. Sebagian besar lahan digunakan untuk pertanian, terutama untuk padi sawah, yang merupakan komoditas utama, serta jagung yang ditanam secara bergilir. Selain itu, kebun campur yang terdiri dari tanaman tahunan seperti cengkeh, jahe, dan kemiri, juga menjadi bagian penting dari sistem pertanian masyarakat.

Lanskap hutan di Desa Hulo masih terjaga dengan baik dan berfungsi sebagai sumber penting untuk bahan bakar, kayu, dan makanan tambahan. Namun, lanskap ini juga rentan terhadap erosi dan degradasi lahan akibat praktik pertanian yang tidak berkelanjutan dan tekanan dari perubahan iklim. Pengelolaan lanskap yang baik menjadi krusial dalam menjaga keberlanjutan ekosistem di desa ini, mengingat dampak langsung dari perubahan iklim yang semakin sering dirasakan.

Masyarakat Desa Hulo sebagian besar menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Padi sawah menjadi tanaman pangan utama, sementara jagung sering ditanam sebagai tanaman rotasi untuk menjaga kesuburan tanah. Selain tanaman pangan, kebun campur menjadi sumber penghasilan tambahan, di mana masyarakat menanam cengkeh, jahe, dan kemiri, yang merupakan komoditas dengan nilai ekonomi tinggi.

Pertanian di desa ini masih bersifat tradisional dengan teknologi yang minim. Mayoritas petani menggunakan teknik-teknik konvensional yang diwariskan turun-temurun, dengan sedikit intervensi teknologi modern. Namun, mereka menghadapi tantangan besar dalam hal akses terhadap air, terutama saat musim kemarau yang berkepanjangan. Penggunaan sumur biasa dan sumur bor sebagai sumber air menurun drastis saat terjadi kekeringan, memengaruhi produktivitas pertanian dan ketersediaan air bersih bagi kebutuhan sehari-hari.

Selain pertanian, sebagian kecil masyarakat juga mengandalkan peternakan skala kecil sebagai sumber pendapatan tambahan. Jenis ternak yang dipelihara termasuk sapi, kambing, dan ayam. Namun, sektor peternakan ini juga dipengaruhi oleh ketersediaan pakan yang sangat bergantung pada musim.

Desa Hulo sudah merasakan dampak signifikan dari perubahan iklim. Fenomena cuaca ekstrem, seperti kekeringan yang berkepanjangan, banjir bandang, dan angin puting beliung, menjadi semakin sering terjadi dan memberikan dampak langsung pada kehidupan masyarakat. Salah satu dampak paling nyata adalah berkurangnya hasil pertanian yang secara langsung mempengaruhi pendapatan rumah tangga. Pada saat musim tanam yang tidak menentu, banyak petani yang mengalami kegagalan panen atau hasil panen yang jauh di bawah rata-rata, sehingga menambah beban ekonomi keluarga.

Selain itu, perubahan iklim juga menyebabkan meningkatnya insiden hama dan penyakit tanaman, yang sebelumnya tidak umum terjadi. Hal ini memperburuk kerugian yang dialami oleh petani, terutama karena mereka tidak memiliki akses yang memadai terhadap informasi dan teknologi yang diperlukan untuk menangani masalah ini.

Meskipun masyarakat menyadari adanya perubahan iklim, kebanyakan dari mereka belum memiliki strategi adaptasi yang memadai. Pengetahuan tentang praktik-praktik pertanian yang tahan iklim masih terbatas, dan ada kebutuhan mendesak untuk intervensi yang dapat membantu masyarakat beradaptasi dengan perubahan ini.