Kecamatan Patimpeng, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan
Desa Lamoncong terletak di Kecamatan Bontocani, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasinya berada di daerah hulu, yang merupakan bagian dari sublanskap DAS Walanae. Desa ini merupakan salah satu dari 12 desa yang disurvei dalam penelitian tersebut, dengan fokus pada kondisi dan karakteristik penghidupan masyarakat di daerah hulu.
Lanskap di Desa Lamoncong memiliki beberapa karakteristik penting. Meskipun tidak disebutkan secara spesifik memiliki sungai berdekatan, desa ini berada di daerah hulu yang biasanya memiliki lanskap bergunung-gunung dan mungkin memiliki sumber air alami seperti sungai atau hulu sungai. Lanskap ini juga memiliki potensi sumber daya alam yang beragam, termasuk lahan pertanian yang cocok untuk tanaman seperti jagung dan kacang tanah.
Mata pencaharian utama masyarakat Desa Lamoncong adalah pertanian. Mereka melakukan sistem usaha tani tumpang sari jagung dan kacang tanah. Sistem ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Lamoncong memiliki strategi yang efektif dalam mengelola lahan dan sumber daya alam untuk meningkatkan produksi pangan. Adanya kelompok tani yang aktif di Desa Lamoncong sangat penting dalam mengakses bantuan sarana produksi seperti pupuk dan bibit. Kelompok tani ini juga berperan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pertanian.
Tingkat lima modal penghidupan di Desa Lamoncong relatif baik dengan total nilai 3,01. Modal sumber daya alam memiliki nilai tertinggi, sedangkan modal sosial memiliki nilai rendah. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Lamoncong memiliki akses yang baik terhadap sumber daya alam, tetapi masih perlu peningkatan dalam aspek sosial.
Desa Lamoncong telah merasakan dampak perubahan iklim yang signifikan. Mereka harus menghadapi kekeringan panjang yang mempengaruhi produksi pertanian. Selain itu, mereka juga menghadapi banjir dan hujan terus menerus yang dapat merusak lahan pertanian dan infrastruktur desa. Perubahan iklim juga mempengaruhi penentuan musim tanam, sehingga masyarakat harus beradaptasi dengan cara penentuan musim tanam yang lebih fleksibel.